bisnisbandung.com - Kasus dugaan korupsi yang melanda PT Pertamina (Persero) semakin mendapat sorotan tajam.
Meskipun pucuk pimpinan Pertamina telah menyampaikan permohonan maaf kepada publik dan berjanji untuk melakukan perbaikan tata kelola, sejumlah pihak menilai langkah tersebut tidak cukup.
Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai bahwa sistem anti-korupsi di Pertamina telah gagal total.
Baca Juga: Bandingkan dengan Buruh Pabrik, Dedi Mulyadi Minta ASN Jangan Banyak Mengeluh
“Saya pikir, ucapan maaf dan janji untuk mengevaluasi merupakan hal yang formal, ya, yang biasa dilakukan ketika ada suatu kesalahan dalam perusahaan,” ucapna dilansir dari youtube tvonenews.
“Tetapi, kita sebagai masyarakat menginginkan lebih dari itu. Mereka harus mengakui bahwa tata kelola sistem anti-korupsi, anti-fraud, dan anti- bribery di Pertamina gagal total! Gagal total!” sambungnya.
Permintaan maaf dari manajemen Pertamina dianggap sebagai bentuk pernyataan formal yang lazim dilakukan saat perusahaan menghadapi skandal besar. Namun, masyarakat menginginkan lebih dari sekadar janji evaluasi.
Baca Juga: Tegas! Dedi Mulyadi Bakal Bongkar Bangunan Liar di Citarum, Demi Kelestarian Lingkungan!
Fakta bahwa kasus ini berlangsung selama empat tahun dan melibatkan jajaran tertinggi perusahaan menunjukkan adanya kegagalan dalam penerapan sistem anti-korupsi, anti-fraud, dan anti-bribery di tubuh Pertamina.
Publik masih menunggu tindakan nyata berupa langkah bersih-bersih, termasuk pemecatan terhadap individu yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Saya belum melihat action-nya, misalnya melakukan bersih-bersih atau paling mudah, langsung memecat mereka yang menjadi tersangka. Sampai sekarang, kita belum melihat tindakan seperti itu,” lugas Yudi Purnomon Harahap.
Baca Juga: Dugaan Permainan di Balik Sritex Pailit, Said Iqbal: Mana Peran Menaker?
Hingga saat ini, belum ada langkah konkret yang terlihat dalam upaya penegakan akuntabilitas di dalam perusahaan. Kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina kini berada dalam titik kritis.
Meskipun bahan bakar minyak (BBM) tetap menjadi kebutuhan utama masyarakat, keberlanjutan perusahaan tidak hanya bergantung pada ketersediaan produk, tetapi juga pada kredibilitas dan transparansi manajemennya.