nasional

Demo Besar Terjadi, Dedy Nur Palakka: Ini Tanda Surplus Demokrasi, Masalahnya Caranya Emosian

Kamis, 20 Februari 2025 | 20:00 WIB
Mahasiswa menggelar aksi demonstrasi Indonesia Gelap di Jakarta, Senin, 17 Februari 2025. (x com.@barengwarga)

bisnisbandung.com - Aksi demo besar menjadi sorotan, dengan mahasiswa yang turun ke jalan menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah.

Fenomena ini dianggap sebagai tanda bahwa demokrasi Indonesia tidak sedang mengalami krisis, melainkan justru dalam kondisi surplus, menurut pandangan Ketua Biro Ideologi dan Kaderisasi PSI, Dedy Nur Palakka.

“Ini bukan tanda demokrasi sekarat, justru ini tanda surplus demokrasi! Bayangkan, mereka bisa demo bebas, berteriak tanpa sensor, bahkan bakar-bakar tanpa takut dikejar,” ungkapnya dilansir Bisnis Bandung dari akun X @Dedy Nur Palakka.

Baca Juga: Jangan Sibuk Bahas Kabinet, Rocky Gerung: Fokuslah ke Masa Depan Bangsa!

Dalam beberapa hari terakhir, gelombang protes semakin meluas, dengan aksi pembakaran poster Presiden dan Wakil Presiden serta seruan lantang dari para demonstran.

Banyak yang melihat situasi ini sebagai bentuk kebebasan berekspresi yang masih terjamin dalam sistem demokrasi di Indonesia.

 Dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki pemerintahan otoriter, kebebasan berunjuk rasa di Indonesia dinilai jauh lebih terbuka, memungkinkan masyarakat menyampaikan pendapat mereka tanpa takut represi berlebihan.

Baca Juga: Polres Subang Bongkar Jaringan Sabu Rp 5 M, Dedi Mulyadi Desak Penindakan Tambang Ilegal

“Di negara yang benar-benar otoriter, jangankan bakar poster, baru ngelirik fotonya kelamaan aja bisa dicurigai punya niat jahat,” tuturnya.

Namun, Dedy Nur Palakka menyoroti bahwa cara sebagian demonstran mengekspresikan pendapat masih kurang elegan dan cenderung emosional.

“Masalahnya, cara mereka mengekspresikan diri ini masih agak emosian, kurang elegan, dan sering kali lebih mirip konser dangdut daripada diskusi politik,” lugasnya.

Ia menilai bahwa orasi yang dilakukan lebih mengedepankan sensasi dibandingkan substansi, dengan harapan menarik perhatian publik dan media internasional.

 Alih-alih menyampaikan argumen yang tajam dan berbasis data, banyak demonstrasi yang lebih berfokus pada aksi teatrikal dan provokatif yang berpotensi mengalihkan perhatian dari isu utama yang diperjuangkan.

Baca Juga: Reshuffle Kabinet Tak Berpengaruh, Rocky Gerung: Tuntutan Mahasiswa Tetap Adili Jokowi

Halaman:

Tags

Terkini