bisnisbandung.com - Aktivis dan mantan pejabat Kementerian BUMN, Said Didu, menyampaikan kritik tajam terkait proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2).
Ia menyoroti berbagai pelanggaran dan ketidakadilan dalam proses pembebasan lahan di kawasan tersebut, termasuk penggusuran tanah warga dengan harga yang dinilai tidak layak.
Bahkan kampung halaman Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Tanara, disebut tidak luput dari dampak proyek ini.
“Tapi Ma'ruf Amin pun diam. Coba bayangkan, seorang Wakil Presiden kampungnya mau digusur, rakyatnya diam. Berarti siapa yang lebih berkuasa di atasnya?” lugasnya dilansir oleh Bisnisbandung dari youtube Refly Harun, Sabtu (25/1/25).
Baca Juga: Megawati Dapat Lukisan Srikandi, Jadi Simbol Semangat Juang PDI Perjuangan
Said Didu menyebut PIK 2 sebagai salah satu contoh nyata praktik oligarki yang berlangsung sempurna.
Ia menyoroti bahwa proyek tersebut tidak hanya mencakup wilayah resmi seluas 1.700 hingga 2.800 hektare, tetapi faktanya mencakup area jauh lebih luas hingga sembilan kecamatan di Kabupaten Tangerang, termasuk Kampung Tanara.
Dalam pandangannya, ketidakberdayaan masyarakat setempat, termasuk kampung seorang wakil presiden, menjadi bukti dominasi kelompok tertentu yang memiliki kendali penuh atas proyek tersebut.
Baca Juga: Siap Tuntaskan Janji Kampanye, Dedi Mulyadi: Segera Realisasikan Prioritas Masyarakat Jabar
Proses pembebasan lahan yang dilakukan untuk proyek ini menuai kritik tajam. Tanah sawah dan tambak di Tanara, kampung Ma'ruf Amin, disebut hanya dihargai Rp30.000 hingga Rp50.000 per meter.
Harga ini jauh dari layak, terutama jika dibandingkan dengan harga barang dan jasa di kawasan PIK 2 yang sangat mahal.
Said Didu bahkan membandingkannya dengan harga es krim di PIK 2, yang setara dengan dua meter tanah warga.
Ia juga menyoroti adanya notaris dan makelar yang bergerak secara masif di desa-desa untuk menekan warga menjual tanah mereka.
Baca Juga: Angka Kepuasan Publik Melonjak, Ray Rangkuti: Tapi Apa Harga yang Harus Dibayar