Bisnisbandung.com - Laksamana Sukardi seorang ekonom dan politikus memberikan pandangannya mengenai hubungan antara Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo (Jokowi) dalam konteks pencalonan Prabowo Subianto.
Laksamana Sukardi menilai bahwa keputusan Megawati untuk mengabaikan suara Jokowi dalam pencalonan Prabowo mencerminkan adanya ketegangan internal di PDIP dan ketidakcocokan antara kedua tokoh besar tersebut.
Laksamana Sukardi mengungkapkan bahwa prestasi Jokowi sebagai kader PDIP jauh melampaui ketua umumnya Megawati.
Baca Juga: Misteri Drone, UFO, dan UAP: Fenomena Malam Di Langit Gemparkan Amerika Serikat
Jokowi yang telah dua kali terpilih sebagai Presiden dianggap tidak diberikan penghargaan yang sebanding dengan jasanya.
Bahkan meski membawa banyak keuntungan untuk PDIP Jokowi malah diberi hukuman dengan pemecatan.
Menurut Laksamana Sukardi seharusnya prestasi Jokowi sebagai kader partai dihargai dengan memberikan posisi yang layak sebagai bentuk penghargaan bukan justru dengan pemecatan yang menunjukkan adanya sistem yang terlalu sentralistik.
Dikutip dari youtube Total Politik, Laksamana Sukardi menyatakan bahwa sejak Jokowi mendukung pencalonan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto hubungan antara dirinya dengan Megawati semakin tegang.
Baca Juga: Misteri Drone, UFO, dan UAP: Fenomena Malam Di Langit Gemparkan Amerika Serikat
Keputusan Megawati untuk menunjuk Ganjar sebagai calon presiden PDIP tanpa melibatkan Jokowi dalam diskusi dianggap sebagai langkah yang kurang bijaksana.
Laksamana Sukardi menilai "Seharusnya Jokowi diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan Megawati mengingat posisinya yang sudah sangat strategis sebagai Presiden."
Menurut Laksamana Sukardi pemecatan Jokowi menandakan bahwa Megawati ingin mempertahankan hak prerogatifnya secara mutlak meskipun banyak kader PDIP yang merasa keputusan tersebut tidak adil.
Laksamana Sukardi juga mengkritik sikap Megawati yang terlalu mengedepankan kekuasaan pribadi bahkan sampai tidak mendengarkan masukan dari kadernya.
Menurutnya hak prerogatif yang dimiliki Megawati justru membuatnya semakin terisolasi dan tidak menyadari dinamika yang berkembang di luar partai.