nasional

Sejarah Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, Chandra M Hamzah Ungkap Akar Masalah yang Kerap Menjerat Pemimpin BUMN

Jumat, 6 Desember 2024 | 22:00 WIB
Chandra M Hamzah (Tangkap layar youtube Akbar Faizal Uncensored)

bisnisbandung.com - Pasal 2 dan 3 dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sering kali menjadi dasar hukum yang menjerat pemimpin Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Chandra M Hamzah, mengungkapkan bahwa akar dari kedua pasal ini dapat ditelusuri hingga peraturan era 1950-an yang dirancang untuk mengatasi dampak nasionalisasi perusahaan asing.

Pada tahun 1957, kebijakan nasionalisasi perusahaan asing oleh pemerintah Republik Indonesia menjadi awal munculnya peraturan antikorupsi.

Baca Juga: Feri Amsari Sebut Jokowi Aktor Kunci di Balik Dugaan Kecurangan Pilkada

Kala itu, banyak perusahaan asing memindahkan kepemilikannya secara nominal kepada warga pribumi untuk menghindari nasionalisasi.

 Proses ini dilakukan dengan cara menjual saham kepada individu lokal melalui perjanjian hutang-piutang. Meskipun tampaknya legal, transaksi ini menciptakan peluang untuk menyamarkan kekayaan asing dan menahan aset-aset tersebut dari pengambilalihan negara.

Dalam peraturan yang dirancang pada era itu, tindakan semacam ini dianggap sebagai pelanggaran moral dan administratif karena menghambat tujuan nasionalisasi.

Baca Juga: KTA Belum Dikembalikan, Jokowi Sebut PDIP Partai Perorangan

Jenderal A.H. Nasution bersama Jaksa Agung R. Suprapto menjadi tokoh penting yang menginisiasi langkah hukum untuk mengatasi masalah tersebut. Regulasi tersebut akhirnya menjadi nenek moyang Pasal 2 dan 3 UU Tipikor yang dikenal saat ini.

Pasal 2 difokuskan pada tindakan yang merugikan keuangan negara secara langsung, sementara Pasal 3 dirancang untuk menjerat pejabat negara yang menyalahgunakan kewenangan mereka demi keuntungan pribadi.

Awalnya, kedua pasal ini dirancang untuk menyasar pejabat publik dan pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam pengelolaan aset negara. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, cakupan kedua pasal tersebut meluas hingga mencakup "setiap orang."

Transformasi ini menjadi perdebatan karena menyebabkan multitafsir dalam penerapannya.

 Banyak pemimpin BUMN yang dituduh melakukan korupsi berdasarkan kedua pasal tersebut, meskipun tindakan mereka sering kali merupakan hasil dari kebijakan kolektif atau ketidaksengajaan administrasi.

Baca Juga: Jokowi Cari Gara-Gara dengan PDIP, Rocky Gerung: KTA Tak Dikembalikan

Halaman:

Tags

Terkini