Bisnisbandung.com - Ade Armando, seorang politisi PSI, menyoroti dinamika pemilihan gubernur Jakarta 2024 yang dianggap mencerminkan rivalitas strategis antara PDIP dan koalisi Jokowi-Prabowo.
Menurut pandangannya, kontestasi ini bukan sekadar soal kemampuan kandidat, tetapi juga gambaran tarik-menarik kepentingan politik di belakang mereka.
Ia mencatat bahwa Ridwan Kamil, yang didukung oleh Jokowi dan Presiden Prabowo Subianto, membawa simbol koalisi kuat yang berusaha mempertahankan pengaruh politik di Jakarta.
Di sisi lain, Pramono Anung yang diusung PDIP memperlihatkan bagaimana partai ini tetap solid dengan dukungan tokoh-tokoh penting, ditambah lagi Anies Baswedan yang turut mendukung.
Baca Juga: Cawe-cawe Partai Coklat, Ikrar Nusa Bakti: Presiden Prabowo Harus Bertindak!
“Sementara itu, Anies Baswedan sudah menyatakan mendukung Pramono Anung. Dukungan Anies ini juga tampaknya sudah bulat diterima oleh PDIP,” jelasnya dilansir dari youtube Cokro TV.
Ade Armando juga menyoroti posisi Ahok yang kini menerima dukungan Anies untuk Pramono-Rano, meski keduanya memiliki sejarah ketegangan dalam Pilkada DKI 2017.
“Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sudah menerima kehadiran Anies ini. Dukungan Ahok sangat penting, karena kita semua ingat bagaimana Ahok pada tahun 2016 lalu ditumbangkan bahkan dipenjarakan oleh kelompok-kelompok pendukung Anies,” sambungnya.
Baca Juga: Gibran Buktikan Dirinya, Muhammad Qodari: Lebih dari Sekadar Anak Presiden
Ade Armando beranggapan hal ini mencerminkan loyalitas Ahok terhadap partai, menunjukkan bahwa PDIP mampu mengesampingkan perbedaan demi strategi politik yang lebih besar.
Ia melihat kualitas Ridwan Kamil dan Pramono Anung sejajar, masing-masing dengan keunggulan yang dapat diandalkan.
Namun, ia menekankan bahwa persoalan utama bukan pada kemampuan personal kedua kandidat, melainkan pada pengaruh besar dari kelompok-kelompok pendukung di belakang mereka.
Baca Juga: Hengky Kurniawan Pamer Tingkat Kepuasan Publik 76,7 Persen di Debat Bandung Barat
“Masalahnya bukan pada kualitas kedua pasangan calon, melainkan pada orang-orang di belakang mereka. Banyak media menggambarkan pertarungan di Jakarta sebagai pertarungan antara PDIP melawan kubu Jokowi-Prabowo,” ungkapnya.