Selamat Ginting juga menjelaskan bahwa situasi ini merupakan cerminan dari pola yang sering diterapkan oleh Jokowi, di mana tokoh-tokoh yang ia dukung berada di kedua kubu, menciptakan skenario di mana siapa pun yang menang, Jokowi tetap mendapatkan keuntungan.
Setelah pemilu usai, posisi Anindya yang berada di kubu pemenang menjadi faktor penting dalam perubahan dinamika di KADIN.
Sementara Arsjad yang berada di pihak yang kalah menghadapi tekanan yang pada akhirnya memicu kudeta.
Dalam dunia bisnis dan politik Indonesia, menurut Selamat Ginting, kedekatan dengan kekuasaan menjadi salah satu kunci untuk mempertahankan posisi dan kepentingan.
Baca Juga: Akhir Masa Jabatan Jokowi, Haris Azhar: Soft Landing, Hard Landing, atau Nggak Landing?
Kudeta di KADIN ini, sebagaimana dijelaskan oleh Selamat Ginting, menunjukkan betapa eratnya hubungan antara pengusaha dan kekuasaan, di mana setiap pergeseran politik selalu diikuti oleh perubahan kepentingan ekonomi.
Fenomena ini bukanlah hal baru dalam sejarah KADIN, yang sejak era Orde Baru kerap menjadi medan persaingan antara oligarki dan penguasa.
“Jadi, wajar, dalam tanda petik, jika terjadi kudeta, karena semua pengusaha ini juga ingin dekat dengan kekuasaan,” pungkas Selamat Ginting.***
Baca Juga: Eros Djarot Bongkar Borok Keluarga Jokowi, Kesederhanaan yang Ternoda