Bisnisbandung.com - Dinamika politik Indonesia semakin kompleks dengan mencuatnya isu jalan buntu yang dihadapi Anies Baswedan.
Meski sebelumnya dianggap sebagai simbol perubahan, kini ia menghadapi tekanan dari elite politik yang berpotensi membungkam ide-ide progresif.
Achmad Nur Hidayat menilai situasi ini berbahaya, terutama jika suara perubahan yang diusung Anies dihalangi oleh kekuatan politik yang dominan.
Dalam konteks pemerintahan mendatang, kekuatan politik yang tersentralisasi pada satu kubu menjadi sorotan.
Nur Hidayat mengungkapkan kekhawatirannya terkait pemerintahan yang didominasi oleh satu koalisi tanpa adanya oposisi yang kuat.
Ketidakseimbangan kekuasaan ini dinilai berpotensi menghambat demokrasi yang sehat dan berkelanjutan.
Anies Baswedan, yang sebelumnya sempat berencana maju sebagai gubernur independen dengan mengumpulkan 1 juta KTP, hingga pada akhirnya tidak jadi.
Dan langkah-langkah yang telah dipersiapkan untuk memperkuat posisi politiknya tampaknya terhalang oleh dinamika internal partai-partai tersebut.
Hal ini menciptakan jalan buntu bagi Anies dan ide-idenya untuk melakukan perubahan signifikan dalam politik Indonesia.
Sebagai solusi, Achmad Nur Hidayat menyarankan agar Anies memimpin oposisi non-parlemen. Dengan langkah ini, gerakan perubahan yang diusungnya dapat tetap hidup meski tanpa dukungan dari partai-partai di parlemen.
“Saya kira Pak Anies adalah solusi yang paling tepat untuk memimpin gerakan oposisi non-parlemen karena kita menginginkan perubahan,”ujarnya dilansir dari Indonesia Lawyers Club.