Bisnisbandung.com - Rocky Gerung menyatakan bahwa data statistik yang memuji kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanyalah kebohongan yang tidak mencerminkan realitas di lapangan.
Ia menegaskan bahwa kemarahan rakyat Indonesia adalah bukti bahwa statistik tersebut tidak sesuai dengan kenyataan.
Rocky Gerung menyoroti bagaimana penguasa tidak bisa mengambil keputusan sepihak yang hanya mementingkan kepentingan dalam negeri tanpa memikirkan dampaknya terhadap dunia global.
Baca Juga: KIM Plus Bubar dan Anies Batal Diusung PDIP, Hersubeno Arief: Apakah PKS dan PKB Kembali?
Ia juga menyinggung rencana Prabowo Subianto, presiden terpilih yang ingin mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8%.
"Kalau misalnya Pak Prabowo ingin memaksa pertumbuhan ekonomi di atas 5%, 6%, bahkan 8% seperti yang beliau ucapkan, akan ada audit," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terlalu tinggi dapat berdampak negatif terhadap lingkungan karena meningkatnya emisi karbon dari industri yang bekerja tanpa henti.
Menurut Rocky Gerung, ekonomi yang dipaksa tumbuh terlalu tinggi akan menimbulkan ongkos lingkungan yang harus diperhitungkan secara global.
"Kalau Anda tumbuh 5%, kerusakan lingkungan itu berapa persen? Kan itu modal baru kita," katanya.
Baca Juga: Perpecahan KIM Plus! PKS dan Nasdem Bersatu di Jawa Barat, Sebelum Golkar Membelot di Banten
Ia juga menekankan pentingnya memahami bahwa kebahagiaan dan kemakmuran tidak hanya bisa diukur dari pertumbuhan ekonomi yang berlebihan, melainkan juga dari bagaimana dampaknya terhadap lingkungan dan keadilan sosial.
Rocky Gerung kemudian mengkritik survei-survei yang menunjukkan dukungan tinggi terhadap Jokowi, seperti klaim popularitas sebesar 82% yang dirilis sebulan lalu.
Menurutnya, angka-angka tersebut tidak mencerminkan kemarahan yang nyata di masyarakat. "Kalau Jokowi masih didukung 82% dari masyarakat Indonesia, tidak mungkin seluruh kampus di Indonesia itu bergerak bersamaan untuk membatalkan 82% itu," lugasnya.
Baca Juga: Dampak Putusan MK Koalisi di Pilkada Banyak Berubah, Bahlil Ungkap Ini Bukan Pecah Kongsi