Bisnisbandung.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan akan melakukan reshuffle kabinet meskipun masa jabatannya tinggal dua bulan lagi.
Langkah ini menimbulkan pertanyaan mengingat waktu yang tersisa sangat singkat. Namun, menurut pengamat politik Rocky Gerung, ada indikasi kuat bahwa keputusan ini berkaitan dengan upaya konsolidasi kekuasaan di akhir masa jabatan Jokowi.
Salah satu target reshuffle yang paling banyak dibicarakan adalah Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, yang merupakan kader PDIP.
“Oke, pada akhirnya semua hal harus kita baca di dalam satu tema, yaitu konsolidasi kekuasaan,” lugasnya dilansir dari youtube pribadinya.
Baca Juga: Mundur dari Golkar, Rinny Budoyo: Airlangga Gak Punya Mental Petarung
Rocky Gerung menduga bahwa Jokowi ingin memastikan bahwa kabinetnya bebas dari pengaruh partai-partai politik yang bisa menjadi ancaman di masa mendatang.
“Tetapi sifat konsolidasi yang akan dibuat oleh Jokowi bukan lagi untuk mengefektifkan program-program dia, karena dia sudah enggak mungkin bikin sesuatu dalam 60 hari ke depan,” paparnya.
Hal ini terutama terkait dengan potensi perlawanan dari Partai Golkar dan PDIP, dua partai besar yang memiliki pengaruh kuat di kancah politik nasional.
“Karena itu, yang dia pilih adalah mengkonsolidasi kekuasaannya supaya dia dengan mudah mengganti ketua partai politik, terutama Golkar,” kritisnya.
Baca Juga: Pertamina Daftarkan Keberhasilan Program Daur Ulang Baju Seragam
Keputusan untuk melakukan reshuffle ini, menurut Rocky Gerung, bukan lagi untuk mengefektifkan program-program pemerintah, mengingat waktu yang tersisa sangat terbatas.
Sebaliknya, reshuffle ini lebih ditujukan untuk mengkonsolidasikan kekuasaan Jokowi dan memastikan bahwa tidak ada pihak yang dapat mengganggu transisi kekuasaan di akhir masa jabatannya.
Rocky Gerung juga menyoroti bahwa PDIP dan Golkar, khususnya, dianggap sebagai ancaman yang perlu diantisipasi.
Baca Juga: Eros Djarot Soroti Golkar, Pelajari Kepemimpinan dan Strategi PDIP!