Bisnisbandung.com - Prof. Jimly Asshiddiqie merupakan akademisi hukum tata negara yang telah berkecimpung di Pemerintahan sejak zaman Presiden Soeharto dan juga Ketua Mahkamah Konstitusi pertama di Indonesia.
Dalam percakapan bersama Refly Harun di channel youtubenya, Prof. Jimly Asshiddiqie mengutarakan kritiknya mengenai masalah serius yang terjadi di pemerintahan.
Dengan pengalaman Prof. Jimly Asshiddiqie yang tidak diragukan lagi, analisisnya yang cukum tajam mengungkapkan sesuatu yang perlu dibenahi untuk pemerintahan Indonesia.
Baca Juga: Airlangga Hartarto: Potensi Ekonomi Terbuka Lebar untuk Ormas Keagamaan
Prof. Jimly menyoroti betapa banyaknya institusi publik yang memiliki fungsi serupa, namun bekerja secara terpisah tanpa koordinasi yang baik.
"Perkembangan institusi publik itu banyak sekali, misal untuk melakukan fungsi penyidikan ada 55 instansi. Tiga yang terkenal, tapi masih ada PPNS 52," ujarnya.
Hal ini menunjukkan adanya inefisiensi karena tiap instansi memulai kerja dari nol saat menangani masalah yang sama, tanpa koordinasi yang rapi dengan polisi.
Baca Juga: Pentingnya Business Model Canvas Untuk Evaluasi Bisnis Anda!
Ia juga mencontohkan yang terjadi dalam penanganan isu hak asasi manusia (HAM).
Banyak institusi yang mengurusi HAM, seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas Anak, hingga Kementerian Hukum dan HAM.
"Jadi banyak institusi yang ngurusin HAM, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas Anak, Komnas Manula, Kementerian Hukum dan HAM, Dirjen HAM, eselon-eslon satunya banyak, ngurusi isu yang sama tapi sendiri-sendiri," katanya.
Menurut Prof. Jimly, kondisi ini menimbulkan apa yang ia sebut sebagai malfungsi kelembagaan atau disfungsi kelembagaan.
“Komnas anak, Komnas Perempuan kan, Komnas HAM juga yang diurus Nah jadi yang begini-begini, ini ada yang saya namakan malfungsi kelembagaan atau disfungsi kelembagaan,” ungkapnya.