Bisnisbandung.com - Pada Rabu (28/2) Presiden Joko Widodo menghadirkan kejutan dengan memberikan kenaikan pangkat kehormatan.
Kenaikan pangkat kehormatan tersebut diberikan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Acara tersebut digelar dalam rangka rapat pimpinan TNI Polri tahun 2024 di Mabes TNI.
Baca Juga: Panpel Pertandingan Persib Bandung vs PSIS Semarang Tidak Profesional
Namun, keputusan ini tidak luput dari sorotan tajam politikus senior PDIP dan anggota Komisi 1 DPR, TB Hasanuddin.
Dikutip dari youtube merdekadotcom, Hasanuddin menjelaskan "Dalam dunia militer saat ini, istilah pangkat kehormatan sudah tidak lagi berlaku".
Ia menegaskan bahwa jika seorang prajurit berprestasi, pengakuan diberikan melalui tanda kehormatan atau tanda jasa.
Aturan terkait pangkat di lingkungan TNI sendiri diatur oleh Undang-Undang 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Baca Juga: Pesantren di Kediri yang Santrinya Dianiaya Ternyata Tak Punya Izin
Hasanudin mempertanyakan kebijakan tersebut dengan merujuk pada era Orde Baru.
Ia menyoroti fakta bahwa pemberian penghargaan bagi prajurit TNI yang berjasa seharusnya melibatkan gelar tanda jasa, bukan kenaikan pangkat kehormatan.
Politikus senior tersebut menjelaskan bahwa pemberian gelar tanda jasa dan tanda kehormatan bertujuan untuk menghargai jasa setiap individu di kesatuan militer, institusi pemerintah, atau organisasi lainnya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009.
Ini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat, memunculkan pro kontra pemberian kenaikan pangkat kehormatan dalam konteks militer modern.
Baca Juga: Kenali Sosok Kepribadian INFP si Misterius, Tapi Ternyata Tidak Seperti yang Orang Lain Pikirkan