“MKMK tidak menyiratkan adanya bahwa ada perubahan yang baik, ada situasi yang baik, maka kemudian tidak memberikan dampak apa-apa.
Pertanyaannya kemudian apakah kemudian MKMK berani memecat Anwar Usman?
Apakah MKMK berani memberikan peringatan tegas, larangan konflik kepentingan misalnya,” sambungnya.
Ditinjau ulang
Sementara itu, Direktur Isu Strategis Pusat Studi Hukum Konstitusi dan Pemerintahan (Pushan) Akademisi Hukum Tata Negara FH Universitas Udayana, Jimmy Z. Usfunan mengatakan
Publik sangat menanti keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) atas laporan laporan dugaan pelanggaran kode etik Hakim MK.
Baca Juga: Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim Konstitusi, MK Bentuk MKMK
“Kita berharap pada MKMK, agar nanti dalam putusannya benar-benar menghasilkan putusan etik yang obyektif dengan mendasarkan pada fakta-fakta yang didapat,” kata Jimmy.
Menurut dia, masyarakat sudah mengetahui bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, sarat dengan cacat prosedur dan cacat substansi.
"Cacat Prosedur dikarenakan Permohonan tersebut sudah pernah dicabut oleh Pemohon,
Maka itu sudah kehilangan obyek perkara maupun muncul fakta saat ini berkas permohonan tidak ditandatangani,“ ungkap Jimmy.
Sedangkan dikatakan Cacat Substansi, dikarenakan adanya Konflik Kepentingan antara Ketua MK dengan obyek permohonan tersebut.
Sekalipun MK itu dikatakan menguji norma, namun norma yang diuji itu sangat bertalian dengan kontestasi pemilu, yang akan diikuti oleh Gibran yang juga keponakan dari Ketua MK.
Baca Juga: Ini Tanggapan Mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie Terkait Batasan Umur Capres/Cawapres
Jika merujuk pada Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 17 ayat (5), (6), (7) yang intinya menyatakan;