Psikolog Anak Soroti Tragedi Ledakan SMAN 72 Jakarta, Diduga Pelaku Seorang Pelajar

photo author
- Sabtu, 8 November 2025 | 17:00 WIB
 Vera Itabiliana, Psikolog anak dan remaja (Tangkap layar youtube tvOneNews)
Vera Itabiliana, Psikolog anak dan remaja (Tangkap layar youtube tvOneNews)

bisnisbandung.com - Tragedi ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, memicu kekhawatiran publik terhadap meningkatnya kerentanan remaja terhadap paparan ideologi ekstrem.

Insiden yang terjadi saat salat Jumat itu kini tengah diselidiki oleh aparat kepolisian, sementara berbagai kalangan turut menyoroti aspek psikologis dan sosial di balik peristiwa tersebut.

Psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana menilai bahwa kasus ini menjadi refleksi lemahnya pendampingan terhadap remaja dalam menghadapi arus informasi digital.

Baca Juga: Polisi Dalami Motif Ledakan di SMAN 72, Isu Bullying dan Dugaan Radikalisme Mencuat

Menurutnya, anak-anak dan remaja kini sangat mudah mengakses berbagai konten tanpa batas, sementara kemampuan orang tua dalam mengawasi aktivitas daring anak semakin terbatas.

Remaja, kata Vera, berada pada fase pencarian jati diri di mana mereka cenderung ingin membangun nilai-nilai sendiri dan sering kali menolak aturan dari orang dewasa.

Dalam kondisi ini, banyak orang tua justru memilih menyerah ketika anak mulai tertutup dan enggan berkomunikasi. Sikap pasif tersebut dapat menimbulkan kekosongan emosional yang akhirnya diisi oleh pengaruh negatif dari lingkungan digital.

Baca Juga: BBM Makin Mahal? Begini Cara Menghematnya Tanpa Harus Kurangi Mobilitas

“Memang tanggung jawab utama ada pada orang tua untuk memberikan pendampingan, tetapi semakin ke sini terlihat bahwa orang tua juga kewalahan. Orang tua butuh bantuan dari pihak yang kewenangannya lebih besar,” ujarnya dilansir dari youtubr tvOneNews.

Lebih lanjut, Vera menjelaskan bahwa kekosongan emosional membuat remaja mudah tertarik pada kelompok yang memberi penerimaan tanpa syarat, bahkan jika kelompok tersebut membawa paham ekstrem.

Remaja bisa merasa dihargai dan dimengerti oleh komunitas semacam itu, sehingga terikat secara emosional dan perlahan mengikuti pandangan kelompok tersebut.

Selain itu, pengaruh kekerasan di dunia digital seperti game, video, atau percakapan daring juga berperan besar dalam membentuk perilaku impulsif.

Tanpa kehadiran figur orang tua atau guru yang menjadi tempat diskusi, remaja kehilangan sosok yang bisa membantu mereka menilai risiko dari tindakan yang ingin dilakukan.

Baca Juga: Bitcoin Terjun Bebas di Bawah 100.000 Dolar AS, Aksi Jual 'OG Whales' Guncang Pasar Kripto

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X