bisnisbandung.com - Bebas bersyaratnya mantan Ketua DPR RI sekaligus terpidana korupsi e-KTP, Setya Novanto, menimbulkan kegaduhan publik.
Kasusnya merugikan negara lebih dari Rp2 triliun itu, kini resmi keluar dari Lapas Sukamiskin pada 16 Agustus 2025.
Peristiwa ini memicu pertanyaan besar tentang konsistensi negara dalam memberikan hukuman bagi koruptor kelas kakap.
Menurut mantan penyidik KPK, Praswad Nugraha, kasus ini menunjukkan hilangnya efek jera terhadap pelaku korupsi.
Baca Juga: Peluncuran Buku Jokowi’s White Paper di UGM Diwarnai Pemadaman Listrik
Ia menilai bahwa proses eksekusi yang longgar membuat publik seolah terdiam melihat koruptor besar kembali melenggang bebas.
Padahal, penangkapan Setya Novanto pada 2017 penuh drama dan menjadi perhatian nasional, hingga kini justru berakhir dengan pembebasan yang dianggap terlalu mudah.
“Bahkan saya pun, pribadi, sampai harus tidur di lantai di depan ruang beliau yang bersangkutan di Rumah Sakit Medika Permata Hijau. Dan itu fakta-fakta sejarah yang saya alami,” ungkapnya dilansir dari youtube CNN Indonesia.
“Ketika kemudian hari ini kita melihat ada PB yang kemudian dieksekusi di tanggal 16 Agustus. PK-nya 12 tahun 6 bulan lalu, 3/4-nya sudah dijalani, lalu kita seperti se-Indonesia itu terdiam gitu loh,” sambungnya.
Baca Juga: Retail Tidak Tahu-Menahu, Roy Mandey Tegaskan Akar Masalah Beras Oplosan Ada di Hulu
Praswad juga mengingatkan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime sebagaimana diatur dalam konvensi PBB tentang antikorupsi (UNCAC) yang sudah diratifikasi Indonesia.
Namun dalam praktik, aturan hukum di Indonesia justru memberi celah yang membuat koruptor tetap bisa memperoleh remisi, pembebasan bersyarat, bahkan pengampunan.
Hal ini bertolak belakang dengan semangat pemberantasan korupsi yang seharusnya menutup peluang keringanan bagi pelaku.
Ia menilai perubahan regulasi turut memperburuk situasi. Dahulu ada Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang memperketat remisi bagi koruptor, dengan syarat wajib menjadi justice collaborator untuk bisa mendapatkan pengurangan masa hukuman.
Baca Juga: Ekonom Kritik Target 5,4% RAPBN 2026, Pemerintah Dinilai Terlalu Optimistis
Artikel Terkait
Heboh Kasus Jokowi Minta Stop Kasus Setya Novanto, Ari Dwipayana: Tidak Ada Pertemuan
Panda Nababan Ungkit Klaim Agus Rahardjo tentang Jokowi dan Kasus Setya Novanto, Tenggelam dari Pemberitaan
Soal Putusan MA Kurangi Vonis Setya Novanto, Saut Situmorang: Kita Harus Menghargai
Hukuman Dikurangi, Pegiat Media Sosial Khawatir Setya Novanto Meramaikan Pemilu 2029 Dibalik Layar
Setya Novanto Resmi Keluar Lapas Sukamiskin, Ditjen PAS: Hak Politik Belum Pulih