Ia juga mempertanyakan langkah populis Prabowo seperti makan siang gratis, koperasi, dan food estate.
Rocky menegaskan program-program tersebut harus dibarengi dengan perhitungan ekonomi yang rasional bukan hanya sebatas pencitraan.
“Kita butuh ekonomi populis yang masuk akal, bukan cuma ideologis. APBN bolong, program tidak terukur dampaknya bisa jadi keresahan sosial besar,” katanya.
Rocky pun menyinggung soal ketidaksiapan menghadapi gejolak global termasuk potensi perang dagang AS-Tiongkok.
Baca Juga: Hasil Survei Buktikan Masyarakat Percaya Presiden Prabowo, Golkar Ungkap Peran Partai Politik
Ia menilai pemerintahan sebelumnya tidak menyiapkan strategi mitigasi jika terjadi krisis semacam ini.
“Donald Trump bisa saja kembali kebijakan proteksionis bakal makin kencang. Kita harus siap. Sayangnya 10 tahun Jokowi tidak siapkan apa-apa,” tegasnya.
Dengan kondisi saat ini Rocky menyebut legitimasi Jokowi patut dipertanyakan.
Ia bahkan menyebut wacana reshuffle kabinet Prabowo sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari.
Termasuk kemungkinan evaluasi terhadap posisi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
“Kalau Gibran bicara soal bonus demografi dan giliran anak muda publik melihatnya sinis. Karena kenyataannya 172 juta orang lapar. Ini bukan giliran, ini kelaparan massal,” tandas Rocky.***
Artikel Terkait
Ganggu Investasi, Ormas Preman Dapat Sorotan Tajam dari Wakil Ketua MPR
Kejagung Ungkap Alasan Direktur Jak TV Jadi Tahanan Kota
Bersama Kapolri dan Dasco, Rocky Gerung Siap Gabung Pemerintahan?
Strategi Baru! Indonesia Siapkan 3 Satgas untuk Percepat Deal dengan Kebijakan Tarif Donald Trump
Pedas! Budayawan Sebut Jokowi Tak Punya Kiblat Politik
PAN Buka Peluang Usulkan Kader Jadi Cawapres Jika Prabowo Nyapres 2029