Mereka berencana menemui Rektor UGM dan Dekan Fakultas Kehutanan guna meminta kejelasan langsung terkait keabsahan dokumen tersebut.
Di tengah gelombang kritik tersebut, pihak UGM melalui pernyataan resminya menyatakan bahwa penggunaan font seperti Times New Roman telah lazim digunakan pada saat itu, terutama di percetakan sekitar kampus seperti Sanur dan Prima.
Namun klaim ini dibantah kembali oleh Rismon, yang menyebut bahwa Prima baru berdiri pada 1986 sebagai usaha fotokopi, bukan percetakan.
Baca Juga: Mudik Turun 24%, Tanda Ekonomi Lesu? Ini Kata Adi Prayitno
Tak hanya itu, UGM juga mempublikasikan testimoni dari sejumlah orang yang mengaku sebagai teman kuliah Jokowi.
Mereka menyatakan pernah satu kelas dan bahkan bekerja dalam proyek kehutanan bersama Jokowi di Aceh Utara, menambah dimensi baru dalam narasi pembelaan terhadap keabsahan dokumen tersebut.
Namun bagi Hersubeno Arief, klarifikasi semacam ini masih belum cukup kuat untuk menjawab berbagai bukti yang diajukan oleh pihak-pihak yang meragukan.
Ia menilai, selama Jokowi belum membuka secara langsung dokumen asli ijazahnya ke publik, maka kontroversi ini akan terus bergulir dan menimbulkan keraguan di tengah masyarakat.***
Baca Juga: Kasus THR Tak Terbayar Melonjak Tajam, Apindo: Industri Belum Pulih Sejak COVID
