Kekosongan komunikasi ini dianggap menciptakan ruang spekulasi dan menurunkan kepercayaan pelaku usaha terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola krisis perdagangan.
“Itu memberatkan presiden untuk memberi keyakinan pada publik bahwa Indonesia mampu untuk mengambil sedikit celah yang masih mungkin mempertahankan ide bahwa ekonomi akan tumbuh 8%,” lanjut Rocky Gerung.
Lebih jauh, ia mempertanyakan siapa sebenarnya figur yang akan dikirim pemerintah Indonesia untuk melakukan negosiasi langsung dengan pemerintahan Trump.
Dalam kondisi normal, posisi Duta Besar RI di Washington semestinya memainkan peran penting, namun hingga kini jabatan tersebut masih belum terisi.
Rocky menilai bahwa tanpa strategi komunikasi dan diplomasi yang matang, Indonesia berisiko kehilangan posisi tawar dalam menghadapi kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat.***
Baca Juga: Gaya Rapat Pemerintah Jadi Sorotan, Rhenald Kasali Sebut Tidak Efektif dan Banyak Omong