Misalnya, berbagai kegiatan seperti acara olahraga yang didanai oleh calon kepala daerah, aksi bantuan empatik kepada masyarakat.
Hingga penggunaan bantuan sosial (Bansos) dianggap memiliki potensi besar untuk meningkatkan elektabilitas kandidat. Namun, menurut Ray, hal ini cenderung diabaikan oleh Bawaslu.
Ia juga menyoroti fenomena kampanye empatik yang dilakukan oleh beberapa calon kepala daerah.
Bentuk kampanye ini melibatkan aksi seperti membantu masyarakat yang sedang sakit atau menanggung biaya pendidikan warga kurang mampu selama masa kampanye.
Baca Juga: Pesantren Gus Miftah Jadi Sorotan: Dibangun Atas Perintah Jokowi Dan Dengan Uang Rakyat?
Meski memiliki potensi besar untuk memengaruhi pilihan politik masyarakat, tindakan tersebut tidak mendapatkan perhatian serius dari Bawaslu.
Ray Rangkuti menyebut kurangnya sikap tegas Bawaslu terhadap praktik ini justru memperluas ruang untuk munculnya pelanggaran terselubung.
Usulan tersebut dianggap tidak sesuai dengan semangat reformasi dan justru berpotensi mengurangi partisipasi publik dalam menentukan pemimpin daerah.***
Baca Juga: Presiden Prabowo Ingin Bupati dan Gubernur Dipilih DPRD, Mahfud MD Beri Tanggapan Kritis
Artikel Terkait
Hasto Ungkap Dalang Terkoyaknya Demokrasi di Pilkada, Salah Satunya Ambisi Jokowi
Muhammad Qodari Usulkan Presiden Lima Periode, Solusi atau Ancaman Demokrasi?
Cak Lontong: Kemenangan Pramono-Rano adalah Kemenangan Demokrasi Warga Jakarta
Mengurai Dinasti Jokowi, Bivitri Susanti: Demokrasi Indonesia di Bawah Bayang-Bayang Autocratic Legalism
Rendahnya Partisipasi Pilkada "Demokrasi Kita Jadi Cacat," Kata Geisz Chalifah
Prabowo Kritik Biaya Pilkada Tinggi, Saatnya Evaluasi Sistem Demokrasi