bisnisbandung.com - Bivitri Susanti mengungkapkan fenomena dinasti politik Jokowi sebagai refleksi dari tantangan demokrasi Indonesia.
Ia menguraikan bahwa permasalahan ini tidak hanya berkaitan dengan keterlibatan keluarga dalam politik, tetapi juga mencakup cara berpolitik yang mendukung sistem dinasti melalui manipulasi demokrasi yang legal secara hukum.
“Nah, kita bicara dinasti Jokowi sudah spesifik sekali, dinasti Jokowi. Nah, ee, saya ingin mengurai kata dinasti itu kan, bukan sekadar keluarganya, tapi kita sebenarnya berbicara caranya,” ujarnya dilansi dari youtube Satu Visi Utama .
Baca Juga: Ikrar Nusa Bhakti: Polri di Tengah Perebutan Kepentingan Politik
Menurutnya, salah satu praktik yang dikenal sebagai autocratic legalism sebagai cara melagengkan dinasiti Jokowi yang menjadi ancaman serius bagi demokrasi di Indonesia.
Fenomena ini menggambarkan bagaimana hukum digunakan untuk membenarkan tindakan-tindakan yang secara moral dan etis bermasalah.
Manipulasi sistem hukum ini, meskipun dilakukan dalam kerangka legal, secara efektif merusak prinsip-prinsip demokrasi.
Dalam konteks Indonesia, kondisi ini diperparah oleh budaya kepatuhan terhadap hukum yang ditanamkan sejak usia dini, tanpa memberikan ruang kritis terhadap keadilan substantif dari hukum itu sendiri.
Baca Juga: Projo Tunda Kongres Nasional, Rocky Gerung: Menuju Partai Politik atau Tetap Relawan?
Bivitri Susanti juga menyoroti bagaimana nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan semakin memperkuat pola dinasti politik.
Keputusan-keputusan hukum yang dianggap kontroversial, seperti pengesahan pencalonan keluarga dekat Presiden dalam kontestasi politik, menjadi contoh nyata dari bagaimana sistem hukum dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan kekuasaan.
Ia menilai bahwa kurangnya landasan moral dalam beberapa kebijakan hukum telah menghilangkan legitimasi hukum itu sendiri, menciptakan situasi di mana demokrasi berjalan dalam bayang-bayang otoritarianisme legal.
Penyelenggaraan pemilu juga tidak luput dari kritik. Manipulasi terhadap lembaga penyelenggara pemilu, penggunaan aparatur negara untuk kepentingan politik, dan konflik kepentingan di level eksekutif menjadi sorotan utama.
Baca Juga: Profil Tina Talisa, Staf Khusus Wakil Presiden Gibran
Artikel Terkait
Demokrasi Indonesia Gagal, Rocky Gerung: Negara Dikuasai Kedunguan
Hasto Kristiyanto Bongkar 'Kejahatan Demokrasi' di Pilkada 2024, PDI Perjuangan Tetap Kokoh
Demokrasi Matang? Rocky Gerung: Ini Hanya Ilusi Cawe-Cawe Mulyono!
Hasto Ungkap Dalang Terkoyaknya Demokrasi di Pilkada, Salah Satunya Ambisi Jokowi
Muhammad Qodari Usulkan Presiden Lima Periode, Solusi atau Ancaman Demokrasi?
Cak Lontong: Kemenangan Pramono-Rano adalah Kemenangan Demokrasi Warga Jakarta