Mengurai Dinasti Jokowi, Bivitri Susanti: Demokrasi Indonesia di Bawah Bayang-Bayang Autocratic Legalism

photo author
- Selasa, 10 Desember 2024 | 20:00 WIB
Bivitri Susanti (Tangkap layar youtube Keadilan TV)
Bivitri Susanti (Tangkap layar youtube Keadilan TV)

bisnisbandung.com - Bivitri Susanti mengungkapkan  fenomena dinasti politik Jokowi sebagai refleksi dari tantangan demokrasi Indonesia.

 Ia menguraikan bahwa permasalahan ini tidak hanya berkaitan dengan keterlibatan keluarga dalam politik, tetapi juga mencakup cara berpolitik yang mendukung sistem dinasti melalui manipulasi demokrasi yang legal secara hukum.

“Nah, kita bicara dinasti Jokowi sudah spesifik sekali, dinasti Jokowi. Nah, ee, saya ingin mengurai kata dinasti itu kan, bukan sekadar keluarganya, tapi kita sebenarnya berbicara caranya,” ujarnya dilansi dari youtube Satu Visi Utama .

Baca Juga: Ikrar Nusa Bhakti: Polri di Tengah Perebutan Kepentingan Politik

Menurutnya, salah satu  praktik yang dikenal sebagai autocratic legalism sebagai cara melagengkan dinasiti Jokowi yang menjadi ancaman serius bagi demokrasi di Indonesia.

Fenomena ini menggambarkan bagaimana hukum digunakan untuk membenarkan tindakan-tindakan yang secara moral dan etis bermasalah.

Manipulasi sistem hukum ini, meskipun dilakukan dalam kerangka legal, secara efektif merusak prinsip-prinsip demokrasi.

Dalam konteks Indonesia, kondisi ini diperparah oleh budaya kepatuhan terhadap hukum yang ditanamkan sejak usia dini, tanpa memberikan ruang kritis terhadap keadilan substantif dari hukum itu sendiri.

Baca Juga: Projo Tunda Kongres Nasional, Rocky Gerung: Menuju Partai Politik atau Tetap Relawan?

Bivitri Susanti juga menyoroti bagaimana nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan semakin memperkuat pola dinasti politik.

 Keputusan-keputusan hukum yang dianggap kontroversial, seperti pengesahan pencalonan keluarga dekat Presiden dalam kontestasi politik, menjadi contoh nyata dari bagaimana sistem hukum dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan kekuasaan.

 Ia menilai bahwa kurangnya landasan moral dalam beberapa kebijakan hukum telah menghilangkan legitimasi hukum itu sendiri, menciptakan situasi di mana demokrasi berjalan dalam bayang-bayang otoritarianisme legal.

Penyelenggaraan pemilu juga tidak luput dari kritik. Manipulasi terhadap lembaga penyelenggara pemilu, penggunaan aparatur negara untuk kepentingan politik, dan konflik kepentingan di level eksekutif menjadi sorotan utama.

Baca Juga: Profil Tina Talisa, Staf Khusus Wakil Presiden Gibran

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Alit Suwirya

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X