Bisnisbandung.com - Calon Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menyuarakan kritik terhadap kondisi jalan rusak di Kabupaten Lampung Timur.
Menurutnya, masalah ini tidak hanya mengakibatkan ketidaknyamanan bagi para pengguna jalan, tetapi juga berdampak serius pada sektor ekonomi.
Anies Baswedan menyoroti bahwa jalan rusak membuat produk pertanian di kawasan tersebut tidak layak dijual.
Baca Juga: Dalam 1 Tahun, Opening Chainsaw Man Mampu Tembus 100 Juta Penonton di YouTube
"Jangan hanya fokus pada pembangunan jalan tol. Banyak pengguna jalan, termasuk pengendara sepeda motor, mengandalkan jalan non tol," ujar Anies yang dikutip dari youtube kompas.
Ia memperingatkan bahwa kondisi jalan yang buruk, baik yang belum dibangun maupun yang sudah hancur, berakibat pada ketidaklayakan produk pertanian.
Anies menjelaskan "Banyak produk pertanian yang tidak layak dijual karena kondisi jalan yang rusak,".
"Ini bukan hanya masalah kesehatan kita saat melintasi jalan yang rusak, tapi juga dampak serius terhadap perekonomian lokal," tambahnya.
Baca Juga: Korea Selatan resmi melarang perdagangan Anjing, Bagaimana dengan Indonesia?
Anies menyatakan perlunya perubahan signifikan dalam perbaikan jalan di kawasan Lampung.
Anies mengatakan "Apakah jalan-jalan tersebut hancur atau belum dibangun, perlu adanya perubahan nyata,”.
“Ini bukan hanya urusan kita sebagai individu, tetapi perlu peran serta dari semua pihak," tegas Anies.
Kondisi politik dan pembangunan infrastruktur menjadi sorotan utama dalam setiap pernyataan dari para calon presiden tersebut.
Baca Juga: Menyedihkan !! PBB : Gaza sudah tidak bisa lagi dihuni imbas serangan Israel-Hamas
Artikel Terkait
Baca Data, Bukan Emosi! Sri Mulyani Beri Arahan Jelang Pemilu
JK Ungkap Sejarah Perolehan Lahan Prabowo di Kaltim
M Lutfi Ungkap Pandangannya terkait Debat Anggaran dan Pembelian Alutsista Bekas
Pesan Kapolri Jelang Pilpres, Cari Pemimpin Berkarakter
Anas Urbaningrum Bantah Keterlibatan di Kasus Hambalang, Keyakinan Lahir Batin Tidak Ada Urusan
Kritik Rhenald Kasali Terhadap Hilirisasi, Berbuah Kesejahteraan atau Kemiskinan?