Sebagai salah satu tradisi penting bagi masyarakat Tionghoa, Imlek dirayakan secara terbuka tanpa hambatan dari pemerintah.
Baca Juga: Bikin sial sepanjang tahun? Berikut 5 hal yang tidak diperbolehkan saat hari raya Imlek berlangsung
Situasi ini berubah drastis pada era Orde Baru.
Melalui Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, pemerintah melarang perayaan imlek dilakukan secara terbuka.
Kebijakan tersebut membatasi perayaan hanya di lingkungan keluarga, dengan syarat tidak mencolok di ruang publik.
Larangan ini menunjukkan bahwa adanya perubahan sikap pemerintah terhadap kebebasan berekspresi budaya, khususnya budaya Tionghoa.
Kebijakan pelarangan perayaan imlek merupakan bagian dari upaya asimilasi lebih luas dilakukan masa itu.
Pemerintah Orde Baru mengurangi pengaruh budaya Tionghoa di ruang publik membatasi berbagai ekspresi budaya mereka.
Langkah tidak hanya berdampak pada perayaan Imlek, tetapi banyak aspek lain dari identitas budaya masyarakat Tionghoa.
Setelah jatuhnya rezim Orde Baru, kebijakan diskriminatif mulai dihapus.
Presiden BJ Habibie menerbitkan Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998 membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa, termasuk penghentian penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi penyelenggaraan pemerintahan.
Langkah ini membuka jalan bagi pemulihan hak budaya komunitas Tionghoa.
Perubahan besar terjadi masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Beliau mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, sehingga masyarakat Tionghoa merayakan imlek secara terbuka.