Merintis Penginapan Di Kaki Gunung Rinjani

photo author
- Rabu, 16 Oktober 2019 | 15:00 WIB
penginapan rinjani
penginapan rinjani

Selama setahun, perempuan berhijab ini pun memutuskan untuk membantu para korban gempa, terjun menjadi relawan bencana."Ya mau bagaimana lagi, karena memang sebagian besar pasar kami ini adalah para pendaki yang mau ke Rinjani. Jadi kalau pendakian ditutup, habis juga pasar kami," ujar Laely.

Tak hanya bencana gempa menjadi tantangan bagi Rinjani Garden. Infrastruktur  seperto jalan serta pasokan air yang terbatas di daerah Sembalun menjadi masalah yang mudah diselesaikan.

Biaya transportasi yang cukup tinggi membuat Rinjani Garden dan penginapan di sekitar kaki Gunung Rinjani belum populer. Butuh waktu 3 jam perjalanan dari Kota Mataram ke Sembalun. Kondisi jalan yang dilalui pun tidak selalu mulus.

Banyak tikungan tajam nan curam di beberapa titik perjalanan. Hal inilah yang menyebabkan biaya transportasi ke sana tidak murah.

"Sekarang jalan sudah jauh lebih baik, karena setelah gempa, diperbaiki oleh pemerintah. Kalau dulu, bisa nangis kalau mau ke sini, medannya susah," kata Laely.

Selain akses jalan, pasokan air di Sembalun juga terbatas, apalagi pada saat musim kering tiba. Distribusi air dari sumber mata air tidak merata. Karena itulah, Laely harus pintar-pintar menyimpan pasokan air bagi pengguna Rinjani Garden.

"Kalau sedang susah air, saya harus beli, harganya Rp 200.000 untuk 3.000 liter. Air itu saya tampung di wadah penampungan air di belakang," katanya.

Distribusi air yang belum merata karena sumber mata air ada di bawah menjadi masalah, utamanya mengangkut air ke atas dan sering habis duluan saat tiba.

Usaha penyewaan penginapan Rinjani Garden yang dirintis oleh Laely Farida mulai bangkit Pasca gempa yang melanda Lombok pada Juli 2018 lalu. Kebangkitan usaha ini seiring dengan mulainya aktivitas masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB), dan berangsur aktivitas pendakian kembali normal di wilayah Gunung Rinjani, NTB.

Laely Farida, owner Rinjani Garden, kembali menata usahanya. Mulai awal tahun 2019, ia menata kembali puing-puing mimpinya melalui Rinjani Garden. Kerusakan-kerusakan di sekitar lokasi usaha akibat gempa mulai ia perbaiki.

"Ibaratnya, saya mulai lagi dari awal, tapi enggak apa-apa, memang harus kami hadapi. Saya mulai menata kembali manajemen dan konsep Rinjani Garden. Saya mulai menerapkan manajemen yang melek digital," ungkapnya.

Sejak Agustus 2019, perempuan 51 tahun ini menjadi lebih aktif mengelola akun Google Bisnisku (Google My Bisnis) Rinjani Garden. Ia juga aktif mengikuti kelas-kelas seputar pelatihan bisnis dan pengelolaan manajemen penginapan yang diadakan oleh Gapura Digital dan Women Will. Dari komunitas itulah, Laely belajar banyak hal seputar marketing digital.

"Begitu gabung kelas, saya lebih bisa memaksimalkan fitur foto. Lalu kalau ada tamu yang menginap di sini, saya minta mereka untuk memberikan review mengenai fasilitas dan pengalaman mereka menginap di Rinjani Garden juga," ujarnya.

Fitur review di Google Bisnisku berguna untuk meningkatkan kunjungan ke profil bisnisnya. Hal tersebut bisa jadi pilihan tamu untuk datang menginap. Calon pelanggan juga bisa membaca pengalaman dari pelanggan lain sebelum memutuskan memilih penginapan.

"Mungkin kalau orang bisa sukses dengan kerja keras, saya tidak termasuk orang sukses itu. Lha wong saya kerjanya foto-foto dan main handphone. Marketing digital itu nyawa buat Rinjani Garden," ungkap Laely sambil terkekeh.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X