Dia mengatakan, PDI Perjuangan menolak kehadiran tim nasional Israel di Indonesia dan potensi kerentanan sosial serta politik yang akan ditimbulkan, dengan merujuk pada landasan secara konstitusi dan juga historis.
“Suara menolak kehadiran Israel adalah suara kemanusiaan, bukan kehendak politis. Kesadaran sejarah juga harus terus diperkuat. Untuk diingat, Stadion Gelora Bung Karno (GBK) lahir sebagai penolakan terhadap Israel,” kata Hasto seperti dikutip dari Antara, Kamis (30/03).
Sebelumnya, beberapa elit politik PDIP seperti Ganjar Pranowo dan I Wayan Koster juga menolak kedatangan tim Israel ke Indonesia.
Baca Juga: Erick Thohir Bawa Hasil Pertemuan Lobby Ulang FIFA demi Elakkan Sanksi Berat ke Jokowi
"Kita sudah tahu bagaimana komitmen Bung Karno terhadap Palestina, baik yang disuarakan dalam Konferensi Asia Afrika, Gerakan Non Blok, dan maupun dalam Conference of the New Emerging Forces. Jadi ya kita ikut amanat beliau," kata Ganjar dalam keterangan tertulis, Kamis (23/03).
Senada, Wayan Koster juga menolak timnas Israel "karena didasarkan pada hal yang prinsip terkait kemanusiaan, sejarah, dan tanggung jawab pergaulan antar-bangsa dan aspirasi masyarakat kepada FIFA.”
‘ADA BENARNYA, TAPI BERLEBIHAN DAN TERLALU NAIF”
Sikap PDI Perjuangan yang menolak Israel dengan mengutip nama dan peran Sukarno menurut sejarawan, IAIN Palangka Raya, Muhammad Iqbal, “ada benarnya, tapi berlebihan dan terlalu naif”, karena tidak serta merta hanya tentang Israel sebagai "pilot utama", tapi bagian dari konsekuensi politik internasional pendiri bangsa itu.
Baca Juga: Erick Thohir Telah Serahkan Surat dari FIFA Untuk Jokowi, Jokowi Langsung Memberi Perintah Penting
Terdapat beragam faktor saat itu yang menjadi alasan Sukarno, mulai dari tindakan penjajahan yang dilakukan Israel itu sendiri, lalu upaya Indonesia menggalang dukungan dari dunia Arab dan negara-negara pascakolonial atas kemerdekaan Indonesia, serta kepentingan pembebasan Irian Barat.
“Jadi penolakan terhadap Israel bukan tentang penjajahan semata, tapi ada kepentingan Indonesia dalam menggalang dukungan dunia. Kalau sekarang kan penolakannya sebatas Israel yang cenderung menjadi alat untuk isu-isu politik populis dalam negeri,” kata Iqbal.
Iqbal mengatakan, pasca kemerdekaan, Sukarno mendekatkan diri pada barisan negara-negara Arab untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan internasional atas kemerdekaan Indonesia. Hasilnya, Mesir, Suriah, Lebanon, Arab Saudi hingga Yaman mengakui kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga: Viral! Kabar Beredar Pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong Pamit Undur Diri Karena Kecewa
“Sebagai konsekuensinya pro-Arab, Indonesia berada di posisi anti-Israel. Lalu, dalam Konferensi Meja Bundar [Belanda mengakui Indonesia menjadi negara berdaulat dan merdeka] tahun 1949, Israel mengirimkan telegram ucapan selamat dan pengakuan penuh Indonesia, tapi disambut dingin,” kata Iqbal.
Kemudian Indonesia mengalang kekuatan negara-negara pascakolonial dengan menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 yang kemudian memunculkan kekuatan Gerakan Non-Blok (GNB), yaitu menjunjung kemerdekaan nasional, serta perjuangan menentang imperialisme, kolonialisme dan kekuatan blok politik dunia.
Artikel Terkait
Pembalap WSBK Jajal Sirkuit Mandalika, Ini Hasilnya
Tak Banyak yang Tau! Begini Sejarah dan Perbedaan Ajang Balapan MotoGP vs WSBK
Pemain Persib Marck Anthony Klok, Kecewa dan Kritisi Banyak Pertandingan Ditunda
Diwarnai Red Flag, Berikut hasil lengkap Race 2 WSBK 2023 Mandalika
Mikel Areta menyebut kemenangan terakhir Arsenal sebagai "momen paling emosional " sebagai manajer
Liverpool: 10 Fakta Unik Mohamed Salah, Ternyata Berasal Dari Desa Kecil Hingga Menjadi Pemain Terbaik Dunia