BISNIS BANDUNG - Sekretaris Jenderal Induk Koperasi Pasar (Inkoppas), Ngadiran, menyesalkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang tak melibatkan asosiasi. Kemendag yang cenderung lebih besar kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) yang menaungi toko-toko ritel modern. Program-program pangan murah kerap diprioritaskan untuk toko ritel.
Hal itu diungkapkan Ngadiran terkait kebijakan dan kelangkaan minyak goreng di pasar tradisional. Diungkapkan Ngadiran mengenai kelangkaan minyak goreng ini. “ Ini aneh tapi nyata. Sebelum Mendag datang, minyak goreng di sebuah gerai toko modern kosong, tapi pada pagi hari saat Mendag melakukan peninjauan ke gerai tersebut, minyak goreng jadi ada,”tutur Ngadiran dalam sebuah wawancara di televisi swasta nasional, malam lalu. Ia mengaku memonitor sendiri kejadian tersebut, mulai saat minyak tidak ada di gerai tersebut , hingga pagi hari ketika minyak sudah tersedia.
Ngadiran mengatakan, akibat minimnya pelibatan tersebut, penerapan kebijakan tersebut di pasar tradisional menjadi belum jelas. Para pedagang juga tidak mendapatkan informasi yang jelas karena Inkoppas juga tidak dapat menyampaikan detail teknis kebijakan tersebut.
"Kita akan bantu pemerintah karena sudah berpengalaman sejak tahun 1980 karena pemerintah sejak dulu selalu melibatkan pedagang dalam setiap kebijakannya," ujar Ngadiran , belum lama ini.
Bahkan, lanjut Ngadiran , Inkoppas sudah menyampaikan surat resmi kepada Kemendag untuk dapat melakukan audiensi dan usulan terkait kebijakan minyak goreng. Namun, tidak direspons .
"Kami siap bantu jika diminta. Tapi, masak harus digaruk kalau tidak gatal?" ungkapnya.
Padahal menurut Ngadiran, program minyak goreng murah yang sebelumnya bergulir di toko ritel modern banyak kelemahan. Walau masyarakat dibatasi pembeliannya, tapi masih memungkinkan untuk membeli kembali di toko ritel lain sehingga, dapat menumpuk stok dalam jumlah lebih banyak.Sementara , para pedagang kecil yang membutuhkan minyak goreng dengan modal terbatas tidak mendapatkan pasokan.
"Orang bisa beli ke toko ritel dobel-dobel, dia bisa ajak anggota keluarga dan beli di tempat berbeda. Lalu bagaimana UMKM yang sudah menjerit? Saya berbicara ini demi komunitas pedagang dan masyarakat karena kami punya cara untuk membantu pemerintah dan rakyat," ungkap Ngadiran.
Kesampingkan perut rakyat
Kelangkaan minyak goreng di pasaran membuat harga minyak goreng tiba-tiba melambung tinggi. Ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menyebut, kelangkaan minyak goreng terjadi karena pemerintah lebih memanjakan biodiesel ketimbang untuk urusan perut rakyatnya.
"Sekarang pemerintah lebih mengedepankan buat energi, buat perut urusan belakangan. Makanya buat energi dimanja, buat perut tidak dimanja," kata Faisal ditulis baru-baru ini. Disebutkan Faisal, akibat kebijakan pemerintah, pengusaha minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dalam negeri lebih baik menyalurkan ke biodiesel ketimbang untuk konsumsi untuk industri pangan.
Faisal mengatakan konsumsi CPO di dalam negeri yang sebelumnya didominasi oleh industri pangan, kini menjadi industri biodiesel. Lonjakan tajam terjadi sejak 2020 dengan diterapkannya Program B20 (20 % kandungan CPO dalam minyak biosolar).
Jangan menyalahkan pengusaha juga, karena menurut Faisal, pengusaha tidak dilarang untuk dapat untung yang lebih banyak. Untungnya lebih banyak , yakni jika dijual ke biodiesel. Siapa yang membuat seperti ini siapa? “ Ya pemerintah sendiri. Pemerintah salah kelola, pemerintah tidak bisa memerintah," ungkap Faisal menegaskan. (B-003) ***
Artikel Terkait
Jika Dikelola dengan Baik Sektor Tambang Bisa Tingkatkan Perekonomian
Danau Bacan Bekas Galian Tambang Zeolit
Kontras : Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya Industri Ekstraktif Tambang Menggunakan Kacamata Ekonomi-Politik
Pakar Perdagangan : "Efek Domino Kenaikan Harga BBM, Menggiring Harga Konsumsi Lainnya Di Pasaran Global Ikut Meningkat"
Menyoal Efek Perang Rusia-Ukraina Terhadap Ekonomi RI