Fachrul lantas mengklarifikasi pernyataannya tersebut usai dihujani kritik habis-habisan oleh anggota dan pimlinan Komisi VIII.
Ia mengaku, pernyataan tersebut disampaikan pada acara internal pembekalan aparatur sipil negara di Kementerian PAN RB dengan topik ASN No Radikalisme. Fachrul tak mengetahui bila acara tersebut terbuka untuk publik.
Dalam pembekalannya pada acara tersebut, Fachrul meminta agar pemerintah memperhatikan masalah rekrutmen, pendidikan lembaga lanjutan oleh pemerintah dan saat ibadah ASN di kantor. Karena di hari kerja, para ASN beragama Islam pada umumnya menjalankan ibadah salat dan melaksanakan kegiatan kultum di masjid kantor.
Fachrul menyinggung cara kerja intelijen yang kerap memasukan orang-orang berpenampilan menarik serta memiliki pengetahuan luas dalam melancarkan operasinya.
"Mungkin dalam intelijen internasional menyusupkan orang-orang intelijennya adalah orang-orang good looking, pengetahuan luas ke dalam community tertentu," tutur Fachrul.
Fachrul lantas membandingkan operasi intelijen tersebut dengan peristiwa penyusupan intelektual Belanda, Christiaan Snouck Hurgronje di Aceh pada zaman penjajahan Belanda dahulu kala.
Hurgronje merupakan orang Belanda yang mampu menaklukkan Aceh berkat keuletan sekaligus kelicikannya dalam memecah-belah masyarakat di Serambi Mekah. Belanda memilih Hurgronje untuk memecah belah masyarakat Aceh. Sebab, Hurgronje dipilih karena memiliki pemahaman Islam yang baik, sehingga bisa mengadu domba masyarakat Aceh.
"Jadi kalau anak-anak good looking, pengetahuan agamanya bagus, itu yang kita butuhkan sebetulnya. Tapi harus kita cek dulu," kata Fachrul.
Fachrul meminta agar pengurus masjid bisa mengecek dan menelusuri rekam jejak akun-akun media sosial orang-orang yang kerap dilibatkan dalam mengisi ceramah maupun imam jemaah. Hal itu bertujuan agar orang tersebut tak menyebarkan radikalisme bagi para jemaah di masjid. (B-003) ***