Tak hanya menjalankan regulasi yang sudah diwacanakan sejak lama ini, vendor juga meminta pemerintah senantiasa bekerjasama dengan vendor dan operator. Harapannya, hal ini akan membuat masyarakat merasa nyaman selama masa transisi registrasi nanti.
"Pemerintah bisa menggandeng operator dan vendor. Perangkat yang tidak ada di list (IMEI legal) bisa menukar perangkat ke vendor a, b, c dan itu juga membantu kita sebagai vendor," ujarnya.
"[Perangkat] yang lama bisa ditukar ke vendor untuk dapat baru, jadi pengguna kan tidak kaget dan harus membeli baru," imbuhnya.
Selain itu, Aryo juga mengharapkan pemerintah membantu vendor untuk memberikan edukasi kepada masyarakat untuk hanya menggunakan perangkat yang bergaransi resmi.
"Kita sudah mulai edukasi tapi memang butuh dukungan dari pemerintah untuk meminimalisir bahkan memblokir ponsel-ponsel itu," pungkasnya.
Harapan serupa diungkap Firman. Menurutnya jika blokir IMEI jadi diberlakukan, maka pemerintah perlu melakukan sosialisasi semaksimal mungkin.
"Buat juga regulasi untuk para importir dan pedagang khususnya e-commerce yang banyak sekali berjualan barang black market," tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika merencanakan akan merilis aturan registrasi IMEI setiap ponsel di Indonesia dengan tujuan untuk mengurangi beredarnya ponsel ilegal dan curian. Pihaknya bekerjasama dengan Kementerian Perindustrian yang memiliki database IMEI perangkat legal.
Tahun lalu berdasarkan data GfK, total ponsel yang terjual di Indonesia sepanjang 2017 sebanyak 1,46 miliar unit. Sedangkan Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) Ali Soebroto memperkirakan penjualan ponsel black market di Indonesia sudah mencapai tingkat 20 persen dari total penjualan perangkat pintar.
Artinya, menilik dari data tersebut, maka diperkirakan sekitar 292 juta unit adalah ponsel produk selundupan. (C-003/eks)***