nasional

Ada Praktik Kartel, Harga Minyak Melesat Tanpa Kendali, Tulus : Indonesia Penghasil Sawit Terbesar Di Dunia

Jumat, 4 Maret 2022 | 16:37 WIB
Ada Praktik Kartel, Harga Minyak Melesat Tanpa Kendali, Tulus : Indonesia Penghasil Sawit Terbesar Di Dunia

BISNIS BANDUNG - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menduga ada praktik kartel di balik meroketnya minyak goreng di Indonesia. Hampir tiga bulan, lonjakan harga minyak masak di dalam negeri melesat tanpa kendali. Para produsen kompak menaikkan harga dengan dalih menyesuaikan dengan harga minyak sawit (CPO) di pasar global.

Sejak dua bulan terakhir, minyak goreng  berkontribusi besar terhadap inflasi. Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menyebut,  ada beberapa indikasi perilaku kartel di balik kenaikan harga minyak goreng di negara pengekspor sawit terbesar dunia ini. "Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli," tutur Tulus baru-baru ini.  Sekelompok produsen yang mendominasi pasar bekerja sama satu sama lain untuk meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan menaikan harga, sehingga konsumen dirugikan. Minyak kelapa sawit tengah jadi sorotan. Ini lantaran harga minyak goreng melambung tinggi sejak beberapa bulan terakhir di negara penghasil CPO terbesar dunia. Selama puluhan tahun, industri kelapa sawit sudah jadi tumpuan komoditas ekspor Indonesia. Keuntungan dari sawit memang menjanjikan, meski diserang isu kerusakan lingkungan. Minyak kelapa sawit atau CPO berkontribusi besar pada cadangan devisa Indonesia. Produk turunannya beragam yang berkaitan erat dengan kebutuhan dasar masyarakat seperti minyak goreng, sabun, kosmetik, dan sebagainya. Dari kebun sawit pula, lahir orang- orang terkaya di Indonesia. Mereka memiliki ratusan ribu hektare perkebunan kelapa sawit yang banyak terkonsentrasi di Pulau Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Bahkan kini mulai merambah ke Papua. Sejatinya, perusahaan-perusahaan produsen minyak goreng besar menggarap perkebunan kelapa sawitnya di atas tanah negara yang diberikan pemerintah melalui skema pemberian hak guna usaha (HGU). Bahkan beberapa HGU perkebunan sawit besar, berada di atas bekas lahan pelepasan hutan.Namunu, pemerintah tak bisa memaksa produsen menurunkan harga minyak goreng yang masuk dalam kebutuhan pokok masyarakat. HGU sendiri merupakan pemberian tanah milik negara untuk dikelola pengusaha untuk dimanfaatkan secara ekonomi sesuai  Undang-Undang.

Diperoleh keterangan , untuk satu perusahaan sawit skala besar,  bisa mendapatakan HGU hingga ratusan ribu hektare. Jangka waktu pengusaha mengelola HGU selama 25 tahun dan bisa diperpanjang. Perkebunan sawit di Indonesia, juga menjadi gurita perusahaan sawit asal Malaysia . Selain dikuasai sejumlah pemain besar lokal, perkebunan kelapa sawit di Indonesia banyak dikelola oleh investor asing. Upah yang relatif masih lebih rendah, serta masih besarnya peluang membuka banyak perkebunan kelapa sawit baru .

Antrian ditengah pandemi

 Gurita investor Malaysia di perkebunan kelapa sawit luar biasa. Berdasar data Kementerian Pertanian (Kemtan), dari total lahan kelapa sawit yang ada di Indonesia mencapai 8,9 juta hektare (ha), investor asing menguasai 40 %.  Harga minyak goreng harganya melonjak drastis. Antrian panjang ribuan rakyat yang membutuhkan minyak goreng untuk kebutuhan sehari-hari tampak menjadi pemandangan di berbagai wilayah kota/kabupaten di Indonesia saat operasi pasar dilakukan pemerintah setempat di tengah pandemi covid 19 yang masih merajalela.  Lonjakan harga minyak goreng di Indonesia ini jadi ironi, mengingat pasokan minyak sawit di Indonesia selalu melimpah. Bahkan tercatat jadi negara penghasil CPO terbesar di dunia. Di beberapa daerah, harga minyak goreng menembus Rp 20.000 per liter. Padahal sebelum melonjak, harga minyak nabati ini berkisar Rp 11.000 hingga Rp 13.000 tergantung kemasannya. Setelah kehebohan kenaikan harga minyak goreng melanda masyarakat, pemerintah menggelontorkan subsidi Rp 3,6 triliun melalui perusahaan minyak goreng, harganya mulai turun di level Rp 14.000 per liter sesuai ketetapan pemerintah. Dengan dana subsidi sebesar itu, pemerintah melibatkan 70 industri minyak goreng. Di tahap awal, ada sekitar 5 industri  akan menyiapkan minyak goreng kemasan sederhana. (B-003) ***

Tags

Terkini