Nadiem menunjukkan bahwa dalam regulasi sebelumnya, kompetensi sikap dan pengetahuan dipisahkan dan diuraikan secara mendetail.
Hal ini mengarah pada keharusan bagi mahasiswa sarjana dan sarjana terapan untuk menghasilkan skripsi.
Baca Juga: Paling maju setelah Jakarta? Berikut perbandingan Kota Surabaya dengan Kota Medan
Demikian pula, mahasiswa magister diwajibkan untuk menerbitkan makalah dalam jurnal ilmiah terakreditasi, sementara calon doktor harus menerbitkan makalah dalam jurnal internasional terkemuka.
"Namun, di dunia saat ini, terdapat berbagai cara untuk menunjukkan kemampuan atau kompetensi lulusan. Seperti yang kita semua tahu, pergeseran kebijakan dari sistem sebelumnya mungkin terasa tidak biasa. Ini karena terdapat beragam program dan departemen di mana kompetensi dapat ditunjukkan melalui cara alternatif," tambahnya.
Nadiem memberikan contoh bahwa kompetensi seseorang dalam bidang teknis tidak hanya dapat diukur melalui tulisan akademis.
Baca Juga: Siap-Siap Terpesona! Maudy Ayunda dan Kim Bum Siap Bikin Geger dengan Chemistry Membara di Garut
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi merespons dengan memperbaiki Standar Nasional Pendidikan Tinggi dengan pendekatan kerangka.
Tujuannya adalah memberikan lebih banyak fleksibilitas kepada program untuk menentukan persyaratan kompetensi, baik melalui skripsi maupun bentuk lain.
"Prinsipnya sama dalam akademik. Misalnya, kemampuan seseorang dalam konservasi lingkungan tidak hanya diukur dari kemampuannya menulis secara ilmiah. Apakah yang ingin kita evaluasi adalah kemampuannya menerapkan proyek di lapangan? Ini bukanlah keputusan Kementerian, melainkan keputusan institusi," paparnya.
Perbedaan Antara Standar Kompetensi Lulusan yang Baru dan Lama
Standar Baru:
Kompetensi tidak dijabarkan secara mendalam. Institusi dapat mengintegrasikan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Proyek akhir dapat mengambil berbagai bentuk, tidak hanya skripsi, tesis, atau makalah.