Menurut Hersubeno Arief, ketiadaan perangkat negara tersebut membuat bandara sangat rawan menjadi jalur keluar masuk tenaga kerja asing maupun barang tanpa pengawasan negara, terutama mengingat tingginya aktivitas tenaga kerja dari Tiongkok di kawasan IMIP.
Hersubeno juga menyoroti bahwa IMIP selama ini dianggap sebagai kawasan yang sangat diistimewakan di era pemerintahan Jokowi karena perannya dalam hilirisasi nikel. Investasi asing yang dominan dari perusahaan Tiongkok membuat isu ini semakin sensitif di publik.
Ia menyebut bahwa masyarakat sekitar kawasan tidak mengalami perubahan signifikan dalam kesejahteraan, sementara tenaga kerja asing justru banyak ditemukan bekerja pada posisi yang dapat dikerjakan pekerja lokal.
Pengakuan Luhut mengenai rapat yang memutuskan izin bandara dianggap Hersubeno sebagai titik penting yang menunjukkan bagaimana keputusan besar terkait fasilitas strategis dapat diambil tanpa proses pengawasan memadai dari negara.
Hal ini memunculkan pertanyaan lebih luas mengenai prioritas pemerintah pada waktu itu, terutama terkait percepatan investasi yang dinilai mengabaikan aspek kedaulatan dan keamanan nasional.***
Baca Juga: Ipar Adalah Maut Kembali Viral, Tapi Kini Tersandung Teguran dari KPI