bisnisbandung.com - Perbandingan antara gaya kepemimpinan Jokowi dan Dedi Mulyadi (KDM) mencuat, kali ini dari sudut pandang legislator Jawa Barat.
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, memberikan pandangannya mengenai perbedaan mendasar antara keduanya, khususnya dalam hal pengambilan kebijakan dan komunikasi publik.
Meski keduanya dinilai memiliki pendekatan yang mirip di media sosial dengan konten-konten populis yang berkontribusi terhadap kenaikan popularitas dan elektabilitas perbedaan mencolok terlihat saat mereka membuat keputusan yang berdampak langsung pada masyarakat.
Baca Juga: Gubernur Dedi Mulyadi Disebut Otoriter? Pengamat: Tapi Efektif dan Rakyat Suka!
Jokowi disebut menjalankan proses kebijakan secara menyeluruh dan komprehensif. Setiap langkah, terutama yang menyangkut masyarakat secara langsung seperti revitalisasi pasar atau pembangunan infrastruktur, selalu melalui tahap konsultasi, dialog, dan sosialisasi.
Pendekatan ini diklaim berhasil meredam resistensi publik karena adanya partisipasi masyarakat sejak awal proses.
“Kalau Pak Jokowi, kan sangat komprehensif, melibatkan semua pihak. Misalnya membongkar pasar yang di Solo saja perlu beberapa kali pertemuan dengan masyarakat, sehingga tidak ada reaksi,” ucapnya dilansir dari youtube Official Inews, Kamis (22/5).
Baca Juga: Jokowi Rebut Peran Gibran, Begini Kritik Pedas Budayawan Mohamad Sobary
Sebaliknya, gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi dinilai lebih langsung dan kurang melibatkan komunikasi menyeluruh dengan para pemangku kepentingan.
“Nah, oleh Pak KDM ini, ya dibongkar misalnya tanpa ada negosiasi, tanpa ada sosialisasi yang komprehensif, dan tidak menyeluruh, gitu kan,” terusnya.
Beberapa kebijakan yang diambil, seperti penertiban kawasan di Puncak dan Subang, dilaporkan dilakukan tanpa adanya negosiasi atau pendekatan awal yang memadai kepada warga atau pihak terkait.
Baca Juga: Dicintai Warga Tapi Dibenci PDIP, Kisah Dedi Mulyadi Versi Ade Armando
Kritik juga disampaikan terhadap hubungan Dedi Mulyadi dengan lembaga legislatif daerah.
Komunikasi yang terputus dalam beberapa waktu terakhir menunjukkan adanya tantangan dalam sinergi antarlembaga, meskipun telah ada upaya perbaikan melalui pertemuan terbaru yang mengindikasikan pembukaan kembali jalur komunikasi.