Ia mencontohkan kasus-kasus sebelumnya yang akhirnya ditangani dengan cara mengangkat sosok yang dikritik menjadi "duta polisi" atau bentuk rekonsiliasi lainnya yang terkesan hanya untuk meredam publik.
"Jangan sampai polanya jadi kebaca. Ketika publik ramai-ramai menyoroti sebuah kasus lalu mendadak ada upaya peredaman dengan menjadikan seseorang sebagai duta atau bentuk rekonsiliasi lain yang sifatnya hanya simbolis," tegasnya.
Menurut Didi Riyadi dalam era digital seperti sekarang, netizen memiliki peran besar dalam mengawasi jalannya keadilan.
Ia melihat bahwa tekanan publik yang masif justru menjadi faktor utama dalam mendorong perubahan.
Baca Juga: Hal yang harus kamu lakukan sebelum berolahraga saaat berpuasa
"Hari ini keadilan bukan lagi datang dari kepolisian tapi dari publik. Karena sosial media masyarakat bisa menyoroti dan menekan kasus-kasus yang sebelumnya bisa saja ditutup-tutupi," ujarnya.
Didi Riyadi pun mengajak semua pihak untuk tidak menyepelekan kritik yang datang dari masyarakat terutama dari seniman yang mengekspresikan suara mereka melalui karya seni.
"Kalau ada kritik ya harusnya didengar bukan dibungkam," pungkasnya.***