bisnisbandung.com - Pengamat politik Selamat Ginting memberikan pandangannya terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden menjadi 0%.
Selamat Ginting menilai putusan ini sebagai langkah untuk membersihkan keputusan MK sebelumnya yang dianggapnya kontroversial dan cacat konstitusional.
Baginya, MK seolah sedang melakukan 'cuci najis' atas keputusan-keputusan terdahulu yang dinilai bermasalah, terutama keputusan nomor 90 yang mengatur presidential threshold sebesar 20% kursi atau 25% suara untuk mencalonkan presiden.
Baca Juga: Receh Banget Tuduhannya! Aktivis 98 dan Buzzer Dikritik Irma Chaniago
“Jadi menurut saya, keputusan MK kali ini itu seperti, dia mencuci najis yang sebelumnya dilakukan,” ujarnya dilansir dari youtube Forum Keadilan TV.
“Najis dalam hal ini adalah anak haram konstitusi. Itu keputusan MK nomor 90 dianggap keputusan najis. Karena itu, MK seperti sedang membersihkan najisnya,” sambungnya.
Ia menggambarkan keputusan tersebut sebagai "najis" dalam konstitusi yang perlu dibersihkan. Putusan terbaru ini, menurutnya, adalah langkah kedua dalam proses pembersihan tersebut.
Baca Juga: Saya Hadir dengan Kepala Tegak, Hasto Kristiyanto Siap Diperiksa KPK
Selamat Ginting juga mencatat dampak jangka pendek dari keputusan MK ini, yaitu munculnya peluang bagi partai politik untuk mencalonkan presiden tanpa terikat ambang batas yang ketat.
Namun, ia menganggap bahwa meskipun peluang tersebut terbuka, saat ini tidak banyak partai yang berani mencalonkan diri.
Hal ini masih dipengaruhi oleh kedekatan partai-partai politik dengan Prabowo Subianto, yang saat ini memegang kekuasaan.
Selamat Ginting menyebutkan bahwa meskipun keputusan MK membuka kemungkinan untuk banyak calon presiden, ia tidak yakin partai-partai politik, kecuali tiga besar seperti PDIP, Golkar, dan Gerindra, akan berani mencalonkan kandidat.
Baca Juga: Ogah Masuk KIM, Megawati Sindir Juga Ada yang Mengincar Kursi Ketua Umum PDIP
Ia menambahkan bahwa sistem multipartai yang ada di Indonesia serta dinamika politik yang berkembang membuat banyak partai berpikir dua kali untuk maju sebagai calon presiden.