bisnisbandung.com - Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengumumkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, yang langsung menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk pengamat politik Rocky Gerung.
Ia menilai kebijakan tersebut mencerminkan kepanikan dan frustrasi yang mendalam di dalam tubuh pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, Sri Mulyani.
“Bisa terbaca kepanikan dan frustrasi sebetulnya dari Menteri Keuangan karena tax ratio tidak bertambah. Dan kelihatannya kemampuan-kemampuan yang sudah diandalkan itu tidak mencapai target,” ungkapnya dilansir dari yotutube Rocky Gerung Official.
Baca Juga: Zulfan Lindan Sarankan Megawati Belajar dari SBY Perihal Penyerahan Ketua Umum Partai
Menurut Rocky Gerung, kebijakan ini muncul sebagai respons terhadap rendahnya pencapaian target pajak dan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola perekonomian negara.
Ia mengungkapkan bahwa kebijakan kenaikan PPN mencerminkan kegagalan pemerintah dalam meningkatkan rasio pajak (tax ratio), yang seharusnya dapat menyumbang lebih besar terhadap pendapatan negara.
Namun, meskipun berbagai jenis pajak telah dinaikkan, realisasinya masih jauh dari harapan. Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian antara ambisi pemerintah dan kondisi perekonomian yang sebenarnya.
Baca Juga: Indonesia Pimpin D8 Mulai 2026, Prabowo Siap Angkat UMKM ke Level Global
Selain itu, Rocky Gerung mengkritik proyeksi pemerintah mengenai pertumbuhan ekonomi yang menargetkan mencapai 8%, namun kini disesuaikan dengan prediksi yang lebih rendah, yaitu sekitar 5%.
Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara ekspektasi dan kenyataan perekonomian Indonesia yang semakin tidak stabil.
Rocky Gerung menyoroti perbandingan yang sering dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait tarif PPN Indonesia dengan negara-negara Eropa.
Meskipun tarif PPN Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara tersebut, hal ini tidak relevan karena rasio pajak di Indonesia masih sangat rendah.
Ia berpendapat bahwa daya beli masyarakat harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar mengejar penerimaan pajak.
Baca Juga: Yasonna Laoly Diperiksa 7 Jam di KPK, Bongkar Surat Fatwa MA dan Harun Masiku