Bisnisbandung.com - Pakar Komunikasi Politik Universitas Nasional Selamat Ginting memberikan pandangan kritis mengenai Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilainya sebagai “penumpang gelap reformasi.”
Selamat Ginting menyoroti berbagai manuver pencitraan Jokowi menjelang akhir masa jabatannya yang ia anggap sebagai bentuk ketakutan Jokowi akan masa depan politiknya.
Selamat Ginting mengamati bahwa pencitraan Jokowi banyak didorong oleh kehadiran media sosial yang berkembang pesat selama masa pemerintahannya.
“Jokowi lebih mencintai keluarganya daripada bangsa dan negara. Dia lahir dari hasil pencitraan,” ujar Selamat Ginting yang dikutip dari YouTube Abraham Samad.
Menurutnya berbeda dengan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Jokowi berhasil memanfaatkan media sosial untuk membangun citra diri meski kualitas kepemimpinan dianggap kurang signifikan.
“Era Jokowi memang berbeda. Siapa yang bisa menguasai media sosial dialah yang menang. Orang tidak lagi melihat kualitas tetapi siapa yang unggul dalam pencitraan,” tambah Selamat Ginting.
Selamat Ginting juga menyinggung fenomena kemunculan tagar-tagar di media sosial yang mempromosikan keberhasilan Jokowi.
Banyak akun anonim memuji capaian Jokowi yang menurutnya adalah strategi untuk meninggalkan kesan positif di mata publik, meskipun ada bolong-bolong dalam kebijakannya.
"Kalau pemimpin itu berhasil tidak perlu lagi dipoles. Tapi kalau harus dipoles pasti ada yang ingin ditutupi," jelas Selamat Ginting.
Salah satu kritik keras dari Ginting adalah soal meningkatnya anggaran bantuan sosial (bansos) selama masa kepemimpinan Jokowi terutama menjelang Pemilu 2024.
Ia menilai penggunaan dana bansos tersebut sebagai bagian dari strategi pencitraan.
“Bansos di era Jokowi jauh lebih banyak dibandingkan era presiden sebelumnya, bahkan saat pandemi. Ini ironis karena bantuan sosial ini kerap disalahgunakan sebagai alat pencitraan,” tegasnya.
Baca Juga: Perkumpulan DPLK dan bank bjb Edukasi Mahasiswa Cerdas Dalam Kelola Keuangan di Usia Muda