Bisnisbandung.com - Baru-baru ini, wacana mengenai keberadaan pasukan 'Berani Mati' yang mendukung Presiden Jokowi mencuat ke publik.
Isu ini mengundang berbagai spekulasi dan pertanyaan terkait siapa sebenarnya kelompok ini dan apa peran mereka dalam konteks politik saat ini.
Pengamat politik Selamat Ginting mempertanyakan alasan di balik adanya kelompok tersebut, terutama jika dilihat dari perspektif etika demokrasi.
Pasukan 'berani mati' ini menjadi sorotan karena klaim mereka yang konon sudah mendapatkan izin dari pihak kepolisian untuk melakukan aksi demonstrasi.
Baca Juga: Guntur Soekarno Beri Wejangan Penting ke Rano Karno untuk Menang di Pilkada
Namun, hingga kini, belum ada kejelasan tentang identitas pasti dari kelompok ini dan siapa yang melopori.
Apakah mereka bagian dari rakyat sipil yang terlatih atau sekadar kelompok yang terorganisir secara spontan, masih menjadi pertanyaan besar. Tidak ada pihak yang secara terang-terangan mengaku mengelola kelompok ini.
Menurut Selamat Ginting, fenomena kemunculan kelompok pendukung yang siap membela pemimpin dengan cara ekstrem bukanlah hal baru dalam sejarah politik Indonesia.
Sebelumnya, kelompok serupa juga pernah muncul di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan menjelang akhir kekuasaan Megawati Soekarnoputri. Namun, aksi semacam ini dikhawatirkan dapat memicu konflik horizontal yang membahayakan stabilitas nasional.
Baca Juga: Indonesia 2045 di Mata Rocky Gerung, Pentingnya Pendidikan yang Lebih Kritis
Selamat Ginting menyoroti bahwa bagi banyak pihak, istilah 'berani mati' mengandung pesan yang menolak kritik terhadap kepemimpinan Jokowi.
Padahal, sebagai seorang presiden, Jokowi tetap harus terbuka terhadap kritik dan masukan, demi menjalankan roda pemerintahan yang demokratis.
Selamat Ginting mengaskan sikap membela mati-matian justru bertentangan dengan prinsip kebebasan berpendapat yang dijunjung tinggi dalam sistem demokrasi.
Baca Juga: Ke Mana Arah IKN? Bambang Susantono Ungkap Strategi dan Tantangan