Tidak hanya itu, Rocky Gerung juga menyoroti simbiosis mutualisme antara beberapa anggota DPR dengan komisioner KPU.
"Dia justru berleha-leha dengan uang yang dibayar oleh rakyat melui APBN," ucapnya.
Usulan agar masalah-masalah tidak pantas, seperti dugem dan urusan pribadi, tidak dibahas dalam sidang terbuka, mengindikasikan adanya upaya untuk melindungi kepentingan yang kotor.
"Ini yang namanya gaya-gayaan," jelasnya.
Rocky Gerung menekankan Mereka merasa mereka pejabat tinggi, padahal dia itu adalah teknikus cuman tukang ngumpulin suara atau tukang bikin kotak suara."
Lebih lanjut, Rocky Gerung menggambarkan keadaan ini sebagai gejala dari krisis yang mendalam dalam sistem politik dan ekonomi.
Pembusukan total institusi negara telah merajalela, menguji keberlangsungan bangsa ini.
Dalam situasi di mana banyak mahasiswa kesulitan membayar uang kuliah, keberadaan komisioner KPU yang hidup dalam kemewahan menjadi kontras sosial yang mencolok.
Rocky Gerung mengatakan "Jadi lengkaplah kecurigaan kita bahwa tidak ada keseriusan KPU itu untuk mengurus Pemilu."
Hal ini mencerminkan ketidakadilan yang terus memperdalam kesenjangan sosial di masyarakat.
Baca Juga: 5 Cara Menabung dengan Cepat bersama Pasangan
Kritik Rocky Gerung mencuatkan kekhawatiran akan keberlangsungan demokrasi dan moralitas dalam institusi negara.
"Sebetulnya kita memboroskan anggaran untuk menghasilkan pemilu yang memang pada akhirnya tidak ada legitimasinya," tutupnya.
Rocky Gerung berharap semoga kritik ini menjadi pemicu untuk introspeksi dan reformasi yang mendalam dalam sistem politik dan pemilu di Indonesia.***