Bisnisbandung.com - Anggota DPR RI Fraksi Nasdem Ahmad Ali menilai alasan hak angket tidak bergulir hingga saat ini dikarenakan tidak ada parpol yang serius all in untuk mengajukan hak angket ke DPR guna mengusut kecurangan Pemilu 2024.
Ia mengatakan jika partai politik saat ini serius ingin mengajukan hak angket guna mengusut kecurangan Pemilu 2024 harusnya sekarang sudah bisa terealisasikan mengingat syaratnya yang sangat mudah.
Diketahui untuk mengajukan hak angket ke DPR diperlukan persetujuan dan tanda tangan dari 25 anggota DPR RI minimal berasal dari dua fraksi yang berbeda.
Baca Juga: 7 Tips Tetap Bugar Saat Berpuasa, Agar Tetap Produktif Bagi yang Menjalankannya
"Ini keyakinan tentang suatu peristiwa kan, bahwa kebenaran politik itu kan tidak mutlak. Jadi kalau kemudian saling menyandera artinya tidak ada partai yang serius untuk itu," ucap Ali pada Selasa (12/3/2024).
Ali pun menyoroti sikap PDIP dan PPP yang ingin mengajukan hak angket di DPR tetapi masih berada dalam koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Ia mengatakan jika ingin serius mengajukan hak angket, sebaiknya PDIP dan PPP keluar dari koalisi pemerintahan Presiden Jokowi dan segera all in seperti yang dilakukan oleh Koalisi Perubahan yaitu Nasdem, PKB, dan PKS.
Baca Juga: Cak Imin Yakin Efektivitas Hak Angket dalam Ungkap Kecurangan Pemilu
"Gini, kalau parpol pemerintahan mau mengajukan angket dan memakzulkan Jokowi ya mundur dari kabinet. Sesederhana itu cara berpikirnya kok. Supaya masyarakat tidak berprasangka," ujarnya.
Ali pun mencurigai parpol yang teriak-teriak minta diajukan hak angket tetapi dirinya masih berada di pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Ia mengatakan parpol yang seperti ini minta pengajuan hak angket ke DPR bukan karena serius peduli dengan demokrasi di Indonesia tetapi mereka sedang menaikan posisi tawarnya di hadapan Presiden Jokowi.
Baca Juga: Sejarah Dibalik Bendera Merah Putih, Warisan dari Rasulullah melalui Mimpi
"Ya curiga saja, bahwa partai-partai mau bicara angket sedang meningkatkan posisi tawar untuk mendapatkan posisi tertentu. Menaikkan posisi tawar. Padahal ini tidak mendidik untuk demokrasi kita," imbuhnya.***