Bisnisbandung.com - Di Jakarta Timur, dua warga Cipayung, senin 21 oktober 2024 Raymond Kamil dan Indra Syahputra, telah mengajukan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan harapan mendapatkan pengakuan konstitusional untuk tidak memeluk agama.
Mereka menilai bahwa kebijakan pemerintah yang membatasi pilihan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) hanya pada enam agama, serta kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, merugikan mereka sebagai warga negara.
"Karena pemerintah hanya memberikan pilihan isian kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk dan KK terbatas hanya pada enam agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa" kata Raymond Kamil.
Mereka merasa dirugikan menurut mereka, aturan ini tidak hanya membatasi kebebasan individu, tetapi juga menyalahi putusan MK sebelumnya dalam kasus nomor 140/PUU-VII/2009.
"yang mana menurut kami secara substansial menyalai pendapat Mahkamah Konstitusi tersebut dalam putusan nomor 140/PUU-VII/2009" lanjut Raymond.
Gugatan yang terdaftar dengan nomor 146/PUU-XXII/2024 ini telah disidangkan pada 21 Oktober 2024.
Dalam gugatannya, Raymond dan Indra menginginkan pengakuan atas kebebasan untuk tidak beragama, termasuk dalam hal pendidikan, pernikahan, dan administrasi kependudukan.
Mereka berargumen bahwa kolom agama dalam KTP dapat menyebabkan diskriminasi dan memaksa warga yang tidak beragama untuk berbohong demi mendapatkan layanan publik.
"Maka para pemohon dan seluruh penduduk yang pada kenyataannya tidak memeluk salah satu dari tujuh pilihan dan yang tidak beragama dipaksa keadaan untuk berbohong atau tidak dilayani" tegas Raymond.
Hakim Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat, memberikan tanggapan atas gugatan ini, mengingatkan para pemohon akan dasar negara Indonesia yang tercermin dalam sila pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ia menegaskan, "Mahkamah itu the guardian of the constitution, penjaga konstitusi. Sekaligus, karena yang dijaga adalah pembukaan undang-undang dasar dan pasal-pasal, maka saya juga mengatakan mahkamah itu sebagai the guardian of state ideology, penjaga ideologi bangsa.
Nah, di dalam ideologi bangsa, yang sila pertama adalah ketuhanan yang Maha Esa".
Dalam penjelasannya, Arief menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang dibangun atas nilai-nilai ketuhanan, di mana setiap individu diharapkan untuk mengakui adanya Tuhan, baik melalui agama maupun kepercayaan.
Ia juga mencatat bahwa MK sebagai "Penjaga Ideologi Bangsa" berkomitmen untuk melindungi prinsip-prinsip negara, termasuk kebebasan beragama yang telah diatur dalam konstitusi.
Meskipun MK mengakui bahwa kebebasan beragama mencakup kepercayaan kepada Tuhan yang tidak terikat pada agama formal.
Permintaan untuk mengakui keberadaan tanpa agama sama sekali dinilai bertentangan dengan ideologi bangsa.
Arief menegaskan, "Sila pertama ketuhanan yang Maha Esa itu mempunyai konsekuensi bahwa bangsa ini, baik dalam kehidupan bernegara, berbangsa, bermasyarakat, atau individu yang hidup di negara kesatuan Republik Indonesia, harus bertuhan. Penyelenggaraan bertuhannya diserahkan pada masing-masing warga negaranya".***
Artikel Terkait
Hendri Satrio Peringatkan Cagub Jakarta tentang Pentingnya Ucapan: Lisan ‘Kepleset’ Bisa Kalah
Solusi Atasi Macet Cagub Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta 2024, Warga Bandung : Tagih Janji Proyek 200 Miliar Pengurai Macet
Para Cagub Jakarta Tawarkan Program Menggiurkan, Adi Prayitno: Bagaimana Cara Menagihnya?
Konsep 'Twin Cities' Yang Diusulkan ASPI Yaitu Akan Menjadi Dua Ibu Kota Untuk Jakarta dan IKN (Ibu Kota Nusantara)
Dari Bogor ke Jakarta, Bima Arya Siap Bawa Perubahan di Era Prabowo
Prabowo Subianto Mengumumkan Susunan Kabinet Merah Putih , di Istana Merdeka Jakarta