Bisnisbandung.com-Beberapa pelaku usaha dan industri tekstil di Jawa Barat (Jabar) terancam berhenti produksi karena dampak praktik predatory pricing di platform social commerce.
Praktik predatory pricing itu secara nyata mulai dirasa khususnya oleh beberapa pelaku usaha tekstil yang mengalami turunnya permintaan hingga menekan omset bahkan juga selanjutnya berpengaruh pada pengurangan produksi dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) untuk karyawan UMKM.
Pada kunjungannya ke sejumlah pabrik tekstil di Majalaya, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki melihat langsung keadaan terbaru pabrik dan menerima keluh kesah beberapa pelaku UKM tekstil di Kabupaten Bandung.
Baca Juga: Kronologis Guru dibacok Murid MA di Demak Karena Tidak Terima Mendapatkan Nilai Jelek Saat Ujian
Di kabupaten Bandung, Kecamatan Majalaya, Jawa Barat misalnya, sebagai kawasan yang penduduknya menjalani usaha pertekstilan pada hari biasa ramai aktivitas produksi.
Dikutip dari halaman resmi Kemenkoukm, Semenjak Lebaran sampai sekarang ini, pengurangan produksi terus terjadi sampai beberapa pabrik tidak sanggup kembali bertahan untuk tetap berproduksi.
"Kami bersama beberapa pelaku industri pakaian jadi dan tekstil membahas mengenai ini dan memang ada pengurangan yang cukup mencolok karena pelaku UMKM yang menghasilkan baju muslim, kerudung, baju jadi yang dipasarkan di pasar grosir seperti Tanah Abang, ITC Kebon Kelapa, Pasar Andir terlihat turun. Akibatnya permintaan terhadap baju, kain, dan tekstil turun drastis," sebut Menteri Teten dalam kunjungan ke sejumlah pabrik tekstil di Majalaya, Bandung, Minggu (24/9).
Baca Juga: Persaingan Sengit Antara Pakistan Dan India Terjadi Lagi Pada Piala Dunia Kriket ICC 2023
Dalam dialog itu hadir beberapa pelaku usaha tekstil terbagi dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB), Paguyuban Textile Majalaya, dan KADIN Kabupaten Bandung.
Menteri Teten menjelaskan, produk mereka kalah saing bukan lantaran kualitas, tapi masalah harga yang tidak masuk Harga Pokok Penjualan (HPP) pelaku UKM/IKM tekstil yang tidak sanggup bersaing.
"Saya mendapatkan info ada indikasi marak impor pakaian jadi ataupun produk tekstil yang tidak terkendali. Harga yang murah ini ialah predatory pricing di basis online, memukul pedagang offline dan dari bidang produksi konveksi industri tekstil dibanjiri produk dari luar yang sangat murah," kata MenKopUKM.
Baca Juga: Autel EVO 2 Harga 40 Jutaan: Apakah Wort-It dibeli?
Menurut MenKopUKM, hal tersebut terjadi karena didorong adanya ketentuan safe guard yang tidak berjalan dengan seharusnya. Karena itu, Pemerintah berusaha untuk mengatur dan bekerjasama dengan Mensesneg untuk langkah ke depan.
"Karena sekali lagi, kewenangan ini berada di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Presiden Jokowi juga telah menjelaskan secepatnya ada Undang-Undang yang mengendalikannya." kata Teten.
Artikel Terkait
Pembangunan Patung Bung Karno di Banyuasin, Gubernur Sumsel Herman Deru Angkat Bicara
BMKG Prediksi Sebagian Besar Wilayah Indonesia Masuk Musim Hujan, Berikut Rinciannya
Polda Jawa Tengah Gelar Olah TKP, Sopir Tronton Ditetapkan Menjadi Tersangka
Wakapolri Ingatkan Personel Kepolisian Untuk Menjaga Netralitas Pemilu
Media Sosial Hanya untuk Promosi, yang Melanggar Bakal Ditutup Pemerintah
Menkop UKM: Media Sosial dan E-commerce akan Dipisah Sesuai Arahan Presiden Jokowi