SALAH jurusan. Enggak sedikit orang yang berkarier tak sesuai jurusan yang mereka ambil sewaktu kuliah. Valentino Ivan, misalnya.
Lelaki kelahiran Jakarta, 6 September 1981, ini sejatinya bergelar sarjana komputer. “Berubah jadi sarjana kompor karena saya beralih ke bisnis kuliner,” kata pemilik jaringan kafe What’s Up Cafe ini.
Saat ini, ada 18 gerai What’s Up Cafe yang bercokol di sejumlah kota. Mulai Medan, Tanjung Pandan, Tangerang, Jakarta, Depok, Semarang, Pontianak, hingga Manado. Lima di antaranya milik Ivan, sedang sisanya kepunyaan mitra.
Omzet per gerai berkisar Rp 300 juta hingga Rp 600 juta sebulan. Ini berarti, Ivan minimal mengantongi penghasilan sebesar Rp 1,5 miliar per bulan. Itu pun baru dari lima gerai What’s Up Cafe miliknya.
Tapi, What’s Up Cafe bukan bisnis kuliner pertamanya. Pada 2006, selepas lulus kuliah dari Binus University, Jakarta, ia membuka restoran chinese food bertajuk Nuansa. Lokasinya tak jauh dari kampus Binus University di Kemanggisan.
Lantaran enggak punya keahlian memasak, dia pun mencari chef. “Seleksinya sederhana, kami pasang lowongan di koran kemudian banyak yang datang melamar,” ujar Ivan yang berkongsi dengan enam temannya dalam merintis usaha ini.
Cuma, bisnis itu hanya bertahan enam bulan. Padahal, di bulan-bulan awal buka, restorannya sangat ramai pembeli. Sang koki yang bertindak sesuka hati, seperti tidak masuk hingga berhari-hari, membuat loyalitas pelanggan turun.
Soalnya, saat si koki tidak masuk, Ivan terpaksa menutup restoran. Sebetulnya, ia punya asisten koki sebagai pengganti saat chef yang doyan bolos itu tidak masuk. “Tapi, semua pelanggan komplain karena masakannya enggak enak,” ungkap dia.
Alhasil, Ivan dan pemilik lainnya sepakat untuk benar-benar menutup Nuansa, sekalipun belum balik modal. “Rugi 50%. Dari situ saya pernah berucap, saya enggak mau masuk ke bisnis kuliner lagi,” sebutnya.
Sebelum terjun ke bisnis kuliner, pada tahun 2004, dengan menggandeng dua kawannya Ivan membuka tempat les untuk mahasiswa Binus University semester awal. Namanya: Titan.
Waktu itu, Ivan masih kuliah di semester tujuh. Dia pun menjadi pengajar di Titan.
Bisnis ini berjalan cukup lama, hingga empat tahun. Kesulitan mencari tenaga pengajar jadi alasan ia mengakhiri usaha itu.
Tambah lagi, kedua mitranya hanya murni sebagai investor. Selepas kuliah, mereka kerja di perusahaan lain. “Jadi, saya yang mengelola. Dari situ, saya merasa saya kurang pas di usaha ini,” imbuh Ivan.
Bolak balik gagal