Bisnis Bandung, (BB) --- Pengamat Perdagangan Internasional/Dosen Prodi Perdagangan Internasional FISIP Universitas Widyatama, Denny Saputera S.E., M.M mengemukakan, pertumbuhan ekonomi dunia saat ini diiringi dengan bertambahnya kebutuhan masyarakat dunia akan bahan pangan. Dalam kesehariannya manusia tak lepas dari kebutuhan akan zat-zat protein yang dapat diperoleh dari tumbuh-tumbahan seperti kacang-kacangan (kacang-panjang, kacang hijau) dan kedelai.
Kedelai merupakan komoditas pangan utama bagi masyarakat Indonesia setelah padi dan jagung. Kandungan protein nabati yang tinggi dan harga yang relatif terjangkau oleh semua lapisan masyarakat merupakan salah satu alasan logis penggunaan kedelai sebagai bahan olahan pangan. Tidak hanya sebagai bahan olahan pangan komoditas kedelai merupakan bahan utama industri pakan ternak. Penelitian (Rukmana, 1995) Kedelai mempunyai peran dan sumbangan yang besar bagi penyediaan bahan pangan bergizi bagi penduduk dunia yang disebut sebagai “Gold from the soil” dan juga sebagai “The World’s Miracle” karena kandungan proteinnya kaya akan asam amino.
Seiring dengan meningkatnya permintaan komoditas hasil-hasil pertanian dan terus bertambahnya jumlah penduduk didalam negeri, tetapi tidak diiringi dengan peningkatan produksi kedelai dalam negeri yang berdampak pada kesenjangan antara jumlah permintaan dan penawaran pertahuannya didalam negeri. Berdasarkan data dari Outlook Kedelai 2020, Kementerian Pertanian menyebutkan, peningkatan konsumsi kedelai didorong turunnya daya beli masyarakat.
Denny Saputera S.E., M.M mengatakan, resesi ekonomi menyebabkan kemampuan masyarakat membeli protein hewani menurun. Alhasil tempe dan tahu adalah alternatif pengganti untuk memenuhi kebutuhan protein. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi kedelai, termasuk melalui ekstensifikasi dan intensifikasi lahan. Namun masifnya alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian, seperti industri dan perumahan, menjadikan upaya intensifikasi melalui peningkatan produktivitas lahan lebih menjanjikan. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir luas area panen dan produksi kedelai Indonesia di tahun 2010 sejumlah 907.030 Ton berkurang derastis di 2020 menjadi 424.190 Ton atau turun sebesar 46,76%, katanya kepada Bisnis Bandung (BB), di Bandung
Cuaca dan iklim merupakan salah satu komponen ekosistem yang sangat vital bagi organisme hidup. Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap produksi tanaman adalah curah hujan dan suhu udara. Curah hujan dan suhu udara yang sesuai bagi tanaman akan berpengaruh terhadap hasil panen (Cahyaningtyas, 2019). Fenomena kekeringan dan banjir biasanya berdampak besar dan merugikan sektor pertanian. Bencana alam tersebut hampir terjadi setiap tahun di sebagian wilayah Indonesia (Sipayung, 2005).
Berdasarkan hasil Survei Ubinan 2020, sebagian produksi kedelai juga tidak terkena dampak perubahan iklim (86,26%) dan sisanya terkena dampak perubahaan iklim (13,74%). Produktifitas Kedelai dalam negeri berdasarkan data di tahun 2020 yaitu dengan rata-rata 15,69 Kwintal / hektar, dengan produksi teratas oleh provinsi Sulawesi Barat yaitu diatas 20 Kwintal / hektar.
Adapun cara pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pertanian dengan impor komoditi hasil pertanian. Menurut data impor komoditi pertanian tanaman pangan kedelai menduduki posisi kedua sedikit di bawah gandum. Berdasarkan data dari BPS di akhir 2021 impor Kedelai Indonesia berasal dari negara Amerika Serikat 195.042.743 Kg (92,67) diikuti oleh Argentina Sebesar 10.500.000 Kg (4,98%) dan diikuti negara-negara lainnya dengan nilai mencapai US$ 1 miliar. Data Kementerian Pertanian menyebutkan sekitar 86,4% kebutuhan kedelai di dalam negeri berasal dari impor.
Untuk menyikapi impor kedelai tersebut Presiden Joko Widodo telah meminta Menteri Pertanian untuk menggenjot produksi kedelai dalam negeri. Termasuk dengan menyiapkan untuk dijadikan sentra produksi kedelai, dimana langkah tersebut merupakan satu-satunya cara yang bisa dilakukan agar Indonesia bisa swasembada kedelai, pungkasnya kepada BB. (E-018)***