Abdul Mu’ti: Belum Hilang Citra Jokowi Pemimpin Tidak Dekat Dengan Umat Islam

- Kamis, 21 Oktober 2021 | 13:21 WIB
Abdul Mu’ti: Belum Hilang Citra Jokowi Pemimpin Tidak Dekat Dengan Umat Islam
Abdul Mu’ti: Belum Hilang Citra Jokowi Pemimpin Tidak Dekat Dengan Umat Islam

BISNIS BANDUNG - Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti  menyebutkan, walau Jokowi berupaya menarik simpati lebih besar dari masyarakat dengan cara menggandeng Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden, namun hal itu dinilai tidak menolong citra Jokowi yang terbangun di benak sebagian masyarakat selama ini. Citra Jokowi sebagai pemimpin yang tidak dekat dengan umat Islam, belum bisa hilang dari mata publik

 Abdul Mu'ti Abdul memberikan pandangannya terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang genap berjalan 2 tahun pada Rabu,(19/10/21).

Abdul Mu'ti juga memberikan pandangan terhadap kinerja rezim Jokowi yang terkait isu-isu keagamaan.Pada era Jokowi , segregasi keagamaan sangat terasa dalam kehidupan berbangsa.

"Dari zaman Pak Harto sampai sekarang, isu keagamaan yang ditampilkan ke publik dengan begitu segregatif, itu mungkin baru terjadi sekarang ini," kata Abdul Mu'ti dalam diskusi virtual yang ditayangkan di kanal Youtube Moya Institute , Rabu (19/10/21).

"Itu sebabnya , kenapa pada Pilpres 2019, nuansa keagamaannya  lebih kuat dibanding Pilpres 2014," ungkap Abdul Mu’ti.

Dipertegaskan Abdul Mu'ti, walau Jokowi berupaya menarik simpati  dari masyarakat dengan cara menggandeng Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden, hal itu  tidak menolong citra Jokowi yang terbangun di benak sebagian masyarakat selama ini.

"Citra Jokowi sebagai pemimpin yang tidak dekat dengan umat Islam, itu belum bisa hilang dari mata publik," kata Abdul Mu'ti menegaskan.

Abdul Mu'ti  menyebutkan salah satu contoh kebijakan di era Jokowi yang tadinya bermaksud mempersatukan masyarakat, tapi malah terkesan menciptakan eksklusi bagi kelompok tertentu. Misalnya slogan : “Saya Indonesia, saya Pancasila. Slogan tersebut,  maksudnya baik,  memperkuat posisi Pancasila sebagai dasar negara."

"Tetapi, itu justru membuat poros (di masyarakat). Kalau Pancasila berarti Indonesia, kalau tidak Pancasila berarti tidak Indonesia'”. Hal seperti itu muncul dari pernyataan-pernyataan ," kata Abdul Mu'ti.

Abdul Mu'ti juga mengkritik pembentukan lembaga-lembaga seperti Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

"(BPIP) menjadi badan yang bermasalah juga. Selain dari sisi prestasi juga dari sisi personalia dan berbagai hal yang menyangkut lembaga itu," ujar Abdul Mu'ti.

"Malah ada yang menyebutkan BPIP itu alih-alih memperkuat Pancasila, tapi pimpinannya malah membuat pernyataan yang membuat orang anti-Pancasila," ungkap Abdul Mu'ti.   (B-003) ***

Editor: Administrator

Tags

Terkini

X