BISNIS BANDUNG – Tragedi kemanusian yang menewaskan 49 narapidana di Lapas Kelas I Tangerang akibat terbakar dalam ruangan sel yang terkunci, pihak Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Polda Metro Jaya menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang. Sebelumnya pihak penyidik Polri telah menetapkan tiga tersangka. Dengan adanya tersangka baru, jumlah tersangka menjadi enam orang. Polisi menemukan unsur kelalaian dalam tragedi tersebut.
“Ada penambahan tiga tersangka pada Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP. Kealpaan yang mengakibatkan kebakaran,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Rabu (29/9/2021). Tiga tersangka baru yakni, JMN, warga binaan yang memasang kabel-kabel dan bukan ahli instalasi, PBB pegawai lapas yang menyuruh JMN memasang kabel dan RS sebagai Bagian Umum Lapas Tangerang. Hukumannya lima tahun penjara,” ujar Yusri menambahkan. Blok Chandiri 2 Lapas Kelas I Tangerang dilumat jago merah pada 8 September 2021 lalu sekira pukul 01.50 WIB. Berdasarkan penyelidikan awal, penyebab kebakaran ialah korsleting dan api bersumber dari satu titik saja. Musabab ini diperkuat oleh keterangan ahli dalam proses penyelidikan. Pada peristiwa yang menewaskan 49 orang ini, sebelumnya penyidik telah menetapkan tiga petugas Lapas Tangerang berinisial RU, S dan Y sebagai tersangka. Ada 58 saksi yang diperiksa untuk dua berkas perkara yang terdiri dari petugas lapas, warga binaan, pihak Perusahaan Listrik Negara, dan pemadam kebakaran. Tragedi kebakaran Lapas akibat pembiaran bertahun-tahun, kelebihan kapasitas punghuni sudah lama menimbulkan masalah. Dan mencapai klimaksnya Lapas Kelas I Tangerang blok C2 terbakar, Rabu (8/9/2021), menewaskan 49 narapidana.Tahanan yang menumpuk dalam satu sel otomatis membuat proses evakuasi menjadi sulit. Petugas jaga tak sempat mengeluarkan seluruh narapidana.
Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, yang lembaganya bertanggung jawab terhadap pengelolaan lapas, Lapas Tangerang overcapacity 400%, penghuni ada 2.072 orang.” Dalam Sistem Database Pemasyarakatan, tercatat per 17 September lapas ini mengurung 2.035 tahanan dan narapidana atau kelebihan 239%. Kelebihan kapasitas, mamang bukan persoalan baru. Pada November 2017, lapas yang tadinya diisi 1.691 orang tiba-tiba naik hingga 2.200. Sejak itu penghuni lapas tak pernah lagi kurang dari 2.000, bahkan sempat mencapai 2.870 pada Maret 2019. Menteri Yasonna tahu masalah ini. “Permasalahan over kapasitas itu klasik,” ujar Yasona.
Korban punya keluarga
Kali ini korbannya bukan hanya kertas-kertas lapuk, melainkan manusia yang punya keluarga, yang berharap si tahanan kembali dalam kondisi sehat setelah menjalani hukuman. Apa yang juga mengejutkan dari kebakaran ini adalah fakta bahwa sudah 49 tahun instalasi listrik tak pernah dibenahi. “Sejak tahun 1972, kita tidak memperbaiki instalasi listriknya. Ada penambahan daya tapi instalasi listriknya masih tetap,” ungkap Yasonna. Tak heran jika muncul anggapan bahwa pemerintah tidak belajar dari kasus-kasus masa lalu di Lapas. Selain tak ada jaminan keselamatan, kelebihan kapasitas juga membawa banyak dampak buruk lain, hal itu diakui oleh Kemenkumham. Kelebihan kapasitas juga berdampak “memicu rendahnya kondisi kesehatan narapidana yang buruk dan terkadang berujung pada kematian, suasana psikologis penghuni yang tidak sehat, sering terjadi konflik antar narapidana dengan narapidana maupun dengan petugas lapas, terjadi pelanggaran hak asasi manusia, tidak berjalannya program pembinaan di dalam lapas, selain menurunnya kualitas layanan pemasyarakatan di lapas/rutan. Konflik antarnarapidana ini berpeluang menjadi kasus serius. Tiga tahun lalu, narapidana di Lapas Kelas I Tangerang kedapatan mempunyai banyak senjata tajam. Jika ada konflik di dalam lapas, potensi terjadinya keributan sampai hilangnya nyawa napi dan sipir .
Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari beberapa LSM antara lain, Imparsial, LBH Masyarakat, dan LBH Jakarta mendesak agar Yasonna mundur dari jabatannya. Mereka berpendapat seharusnya Yasonna bisa mengantisipasi kejadian, apalagi seperti perkataan kader PDIP itu sendiri, bahwa masalah ini sudah “klasik.” Sampai hampir 7 tahun menjabat, solusi konkret dari Yasonna belum tampak ada yang terealisasi. (B-003) ***