Bisnis Bandung, (BB) --- Pakar Perdagangan Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad), Yayan Satyakti mengemukakan, ditengah pandemic yang terjadi saat ini, ada secercah berita yang menggembirakan dari berita resmi BPS 2021, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik pada Triwulan II – 2021 yaitu 7.07% q-to-q (quarter-to-quarter) dibandingkan Triwulan yang sama pada tahun 2020. Indonesia kembali mengalami pertumbuhan q-to-q tertinggi selama masa pemerintah Jokowi sejak 2014.
Jika kita melihat kontribusi pertumbuhan ekonomi Indonesia selama Triwulan II 2021, kinerja ekspor dan impor atau perdagangan internasional memberikan kontribusi yang terbesar yaitu 31.78% pada ekspor dan 31.22% pada impor disusul oleh pembentukan modal tetapi bruto berupa kapitalisasi pada sektor produksi naik menjadi 7.54%, dan konsumsi pemerintah yaitu sebesar 8.06% dan konsumei rumah tangga naik sebesar 5.93%. Secara makro pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh kinerja mitra dagang Indonesia dengan dunia internasional yang sudah mulai membaik karena mengalami pemulihan ekonomi yang lebih cepat karena akselerasi vaksinasi yang efektif dan massif seperti di Tiongkok, Amerika Serikat, Eropa dan negara mitra lainnya, papar Yayan Satyakti kepada Bisnis Bandung (BB), di Bandung.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad ini memaparkan, secara global sebagian besar pertumbuhan ekonomi selama triwulan II ini mengalami peningkatan secara signifikan. Di Tiongkok mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 18.3% pada Triwulan I dan 7.9% pada Triwulan II,. Amerika Serikat meningkat sebesar 0.5% pada Triwulan I, dan 12.2% pada Triwulan II, sedangkan Singapura sebesar 1.3% pada TRiwulan I dan naik menjadi 14.3% pada Triwulan II, juga Korea Selatan, Triwulan I sebesar 1.9% dan meningkat pada Triwulan II sebesar 5.9%. Untuk Uni Eropa naik 13.2 pada TRiwulan II dari Triwulan I sebesar -1.3%.
Jika melihat pada pertumbuhan ekonomi global ini, Tiongkok mengalami pertumbuhan ekonomi yang tertinggi dibandingkan dengan Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Artinya pada pasar ini kemungkinan pertumbuhan ekonomi pada Triwulan III, dan sedikit menurun pada Triwulan IV secara musiman, akan tetapi kemungkinan prediksi peningkatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 akan relatif membaik dibandingkan dengan kondisi kinerja pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020, terkecuali adanya "third wave" atau "fourth wave" dari COVID-19 yang kemungkinan dapat menurunkan kinerja peronomian seperti yang terjadi pada saat ini, dampak varian COVID-19 delta telah memporak-porandakan kinerja perekonomian akibat penurunan mobilitas untuk mengendalikan pandemic.
Secara level atau nominal, kondisi pertumbuhan ekonomi pada saat ini meningkat karena lebih baik dibandingkan dengan tahun 2020 yang disebabkan efektivitas vaksin yang berhasil meredam penyebaran COVID19 dan meningkatkan produktivitas masyarakat akibat mobilitas masyarakat yang semakin meningkat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kinerja perdagangan internasional Indonesia yang semakin membaik didominasi oleh Tiongkok yang memberikan kontribusi sebesar 21.94% selama periode Januari Juni 2021, disusul oleh Amerika Serikat sebesar 11.88%, Jepang sebesar 7.86%, India sebesar 5.69%, dan Malaysia sebesar 5.11%.
Khusus untuk Tiongkok sebagai negara yang merupakan mitra dagang terbesar bagi Indonesia yaitu 21.94% setelah Amerika Serikat. Diharapkan akan memberikan kontribusi yang besar dibandingkan dengan mitra dagang lainnya. Total Nilai Freight on Board (FOB) ekspor Indonesia ke Tiongkok selama bulan Januari – Juni 2021 yaitu sebesar US$21.295 juta (21.94%) atau US$21,29 miliar dari total ekspor non migas lainnya yaitu sebesar US$97,058 miliar. Secara q-to-q ada kenaikan pada bulan yang sama tahun 2020 yaitu sebesar US$72,4 miliar.
Komoditas ekspor dominan Indonesia ke Tiongkok pada tahun 2016 yaitu Batu Bara dan Sejenisnya sebesar 32.2%, disusul oleh Minyak Kelapa Sawit sebesar 16.3%, Pulp Paper sebesar 5.7%, Besi dan Baja sebesar 5.3%, dan produk kayu yaitu sebesar 4.9%. Pada tahun 2019, komoditas Indonesia yang diekspor ke Tiongkok yaitu Batubara dan sejenisnya sebesar 29.63%, Minyak Kelapa Sawit sebesar 13.03%, disusul oleh Besi dan Baja sebesar 11.08%, dan bijih besi dan debu hasil smelter sebesar 8.3%, dan Pulp Wood yaitu sebesar 7.2%. Pada tahun 2020 ekspor Indonesia ke Tiongkok di dominasi oleh Besi dan Baja yaitu sebesar 23.70%, disusul oelh Minyak dan Gas sebesar 22.16%, MInyak Kelapa Sawit sebesar 11.23%, Pulp Wood yaitu sebesar 6.4%, dan bijih besi, debu hasil smelter yaitu 4.59%.
Jika kita melihat pada komposisi ekspor Indonesia – Tiongkok yaitu berdasarkan natural resource extraction yang cenderung haus sumber daya alam yang tidak terbarukan dan tidak memiliki nilai tambah yang signifikan. Jika kita bandingkan dengan komposisi yang sifatnya labor intensif seperti sepatu yang 2.3%, atau produk kimia sebesar 2-3% selama periode 2016 – 2020. Tampaknya harus diindikasikan bahwa konsep perdagangan bilateral dengan Tiongkok bersifat tidak sustaimable. Rendahnya nilai tambah dan kemungkinan produk ekspor Indonesia yang dijual kembali ke Indonesia oleh Tiongkok dengan nilai tambah yang lebih baik akan merugikan Indonesia dari sisi penciptaan nilai tambah.
Meningkatnya ekspor Batubara ke Tiongkok digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Batubara sebagai salah satu sumber energi yang termurah untuk menjalankan roda perekonomian Tiongkok walaupun dalam kebijakan energi Tiongkok batubara sudah harus dikurangi dengan energi baru dan terbarukan, pungkasnya kepada BB. (Dadan Firmansyah --- E-018)****