BISNIS BANDUNG--- Rencana kenaikan tarif pajak/PPN sembako hingga 12 persen karena pandemi Covid-19 harus dicermati jangan sampai kebijakan yang dibuat pemerintah malah akan “membunuh” atau menghancurkan proses pemulihan ekonomi saat ini.
Kebijakan pemerintah mengenakan pajak sembako tidak tepat. Walaupun belum diketahui kapan rencana ini akan digulirkan akan tetapi isu ini sudah terdengar oleh masyarakat di masa pandemi.
"Kenaikan PPN terhitung kecil jika kita bandingkan dengan negara lainnya. Hal ini menjadi salah satu dasar kenaikan PPN secara Umum. Dalam hal keuntungan, penambahan pajak PPN akan memperluas basis pajak dan menaikan tarif pajak bagi keberlangsungan keuangan negara," ungkap pengamat ekonomi dan bisnis Universitas Widyatama, Dwi Fauziansyah Moenardi S.IP, MI Pol kepada Bisnis Bandung (BB), di Bandung, Senin (21/6/2021).
Menurut akademisi Universitas Widyatama ini, kenaikan pajak sembako akan merugikan masyarakat berpenghasilan rendah, walaupun sampai saat ini pemerintah masih menggulirkan kebijakan pemulihan ekonomi untuk meningkatkan daya beli masyarakan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi negara melalui BLT dan subsidi lainnya. Dengan kenaikan tarif PPN akan dirasakan sebagai beban berat pengeluaran masyarakat, apalagi kebutuhan pokok yang tidak tergantikan. Jadi sangat tidak tepat, sebab akan membuat distorsi dalam perekonomian masyarakat.
Dalam proses penyusunan draft RUU perubahan kelima atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Adapun, pasal 4A, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak dihapus dalam RUU KUP sebagai barang akan dikenakan PPN. Ini yang perlu dipahami, apa yang menjadi alasan negara untuk mengenakan pajak untuk kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan.
Dalam Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 99/PMK.010/2020 tentang Kriteria dan/atau rincian barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai, jenis barang kebutuhan pokok yang dimaksud, yakni beras dan gabah,jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan ubi-ubian. Selama ini tidak dikenakan pajak sembako.
Pertimbangan pengenaan pajak sembako adalah untuk meningkatkan penerimaan pendapatan negara, sedangkan dampak negatif bagi para pelaku ekonomi dan masyarakat berpenghasilan rendah sudah dapat dibayangkan. Perekonomian saat ini masih belum stabil dan kemungkinan akan mempengaruhi ekonomi petani/pelaku usaha sangatlah besar.
Renacana pemerintah pada pasal 4A, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak dihapus dalam RUU KUP sebagai barang akan dikenakan PPN.
Pada pasal ini harus dikaji lebih mendalam dengan mempertimbangkan dampak dari kebijakan ini untuk masyarakat luas selaku konsumen, petani, dan para pelaku usaha. "Fokusnya bukan pada pembenahan tata niaga sembako, akan tetapi dalam meningkatkan pendapatan negara dari sektor lainnya tanpa memberatkan masyarakat. Penghilangan pajak untuk sembako perlu dipertahankan. hal ini mempu menjaga perekonomian masyarakat umum karena sembako adalah kebutuhan pokok yang tidak tergantikan", pungkasnya kepada BB. ( E-018)***