BISNIS BANDUNG - Pada bulan Ramadan sudah menjadi kebiasaan masyarakat yang menjual aneka takjil yang dijajakan di pinggir jalan. Aneka makanan takjil, seperti kolak, bubur pacar, atau es buah, selain lauk pauk banyak diburu masyarakat untuk sajian buka puasa. Salah satu sajian kuliner tradisional yang banyak digemari masyarakat adalah tutut (siput sawah-red) yang ditumis bumbu kuning dengan rasa sedikit pedas. Tutut yang ditumis bumbu kuning , semula hanya dikenal atau dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan yang lingkunganya banyak sawah , karena di persawahanlah banyak hidup. Tapi dalam perjalanannya , siput sawah (tutut/bahasa Sunda) banyak digemari orang kota , hingga tak jarang jika tutut menjadi salah satu menu sajian di restoran ataun rumah makan di daerah perkotaan yang penggemarnya dari berbagai kalangan dan tentunya citarasanya pun tidak sederhana hanya dimasak dengan bumbu tumis kuning.
Seperti dikemukakan Ayu (16), pelajar SMA di Sumedang, pada bulan puasa ini setiap pulang sekolah dirinya mampir ke Taman Endog untuk membeli tutut sebagai makanan pembuka buka puasa tiba, karena di tempat inilah banyak dijajakan tutut. Ayu bersama teman temannya menjadi pembeli kulinert tutut yang dijajakan para pedagang di kawasan Taman Endong, selain aneka makanan lainnya.
"Rasanya enak, gurih , sajian ini selalu menjadi salah satu menu buka puasa, selain gorengan atau kolak, ya tutut. Harganya murah," ujar Ayu, Senin (27/5/19) menjawab pertanyaan BB.
Selain rasa yang enak, keunikan dari tutut adalah cara memakannya yang membutuhkan sedikit kesabaran karena untuk mengeluarkan daging tutut yang berada dalam rongganya, penikmat harus menghisapnya (diketcrok/Sunda). Namun untuk mudanya , bisa menggunakan pencukil (tusuk gigi) yang terbuat dari bambu atau bisa juga menggunakan peniti. ” Tapi menggunakan alat lain , selain diketcrok dalam menikmati daging tutut rasanya kurang asyik,” tutur Ayu .
Sementara Evi Suryani dan suaminya Nardi Sunarya, penjual tutut di kawasan Taman Endog Sumedang mengatakan, selama Ramadan dalam sehari ia bisa menjual habis 10 - 20 kilogram tutut. Pembelinya beragam, mulai dari anak kecil sampai orang tua. Evi mengaku tutut yang dimasakanya menggunakan resep yang diracik sendiri.Tutut yang ia jual tidak dengan bumbu kuning , tapi menggunakan bumbu seblak dengan citarasa pedas yang menyegarkan saat disantap pada waktu buka puasa . ”Tutut bumbu seblak asa pedas ini ternyata banyak penggemarnya , terutama dikalangan remaja , “ ungkap Evi mengenai kuliner dagangannya yang menjadi favorit pembelinya.
Tutut yang di jual Evi,diperoleh dari daerah Cirata Kab.Bandung Barat . Evi beralasan membeli tutut dari luar Sumedang karena di daerahnya tidak mampu memenuhi kebutuhan antara 2-5 kuintal , khususnya pada bulan Ramadan dalam waktu 5 hari saja sudah habis. Evi bersama suaminya mulai dagang di Taman Endog Sumedang sejak tahun 2012 , selain berjualan tutut, djajakan pula aneka minuman . (E-010) ***