MASIH ingat ada tabloid yang diberi nama “Obor Rakyat” yang sempat menyita perhatian khalayak ramai. Konten beritanya bombastis dan provokatif. Tabloid yang muncul empat tahun lalu tersebut tidak berumur panjang, karena cuma memanfaatkan situasi menjelang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Tapi, kendati terbitnya sesaat telah mampu membikin kegaduhan.
Saat ini pun menjelang Pileg dan Pilpres 17 April 2019, muncul tabloid “ Indonesia Barokah” yang juga menghebohkan jagat raya yang umumnya disebar ke masjid-masjid. Publik pun bertanya siapa di balik penerbitan tabloid itu, dan apa motif yang diinginkannya? Tentunya orang yang menginisiasinya memiliki agenda tertentu, karena diperlukan dana yang besar, termasuk ongkos pendistribusian yang disebar ke peloksok tanah air.
Tabloid yang hadir tiba-tiba itu, menurut kalangan pakar komunikasi, bukanlah produk pers, karena tabloid itu hanya digunakan untuk memanas-manasi dan menyudutkan pihak lain baik secara individu maupun institusi. Oleh sebab itu, masyarakat tidak mudah percaya begitu saja, karena konten beritanya tidak berimbang (cover both sides). Kalau pun ada yang terpengaruh hanya sebagian kecil, itu pun bisa saja berubah setelah berproses dalam interaksi di lingkungan masyarakat.
Ya, itulah fenomena hari ini, katakanlah seiring dengan ramainya media sosial banyak menyebaran ujaran kebencian, berita palsu (hoaks), dan pembunuhan karakter. Boleh jadi ini mencari sesuatu---di tengah lesunya media mainstream---terutama media besar yang saat ini kalah bersaing oleh medsos.
Harus diakui publik kini mengikuti perkembangan teknologi, terutama media sosial, seperti Instagram, Whatsapp, dan Twitter. Karena perhatian sangat besar diberikan kepada medsos, maka tabloid diterbitkan lantaran tidak mau ketinggalan eksistensinya. Dalam sesaat memang mampu menggedor perhatian publik, akan tetapi tidak menjamin akan menumbuhkan kepercayaaan masyarakat sebab konten pemberitaan tidak memerhatikan etika dalam jurnalistik.
Oleh sebab itu, demi menentramkan kehidupan berbangsa dan bernegara ayo kita bersemangat melawan berita hoaks dan ujaran kebencian. Siapa pun dituntut untuk bela negara guna memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Jika ada ujaran kebencian di media sosial atau dalam bentuk media cetak, maka kita harus melawannya dengan menyebarkan ujaran kebaikan. Selain itu, memberi penjelasan kepada masyarakat jangan mudah terpengaruh kebohongan atau berita pelintiran dari media yang sengaja mengganggu dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Nah !
Indra, Caringin Kota Bandung