BISNIS BANDUNG) -- Sampai dengan awal Agustus 2018, Pertamina, PT. Pertamina (Persero) telah merealisasikan BBM satu harga di 66 titik . 54 titik direalisasikan pada tahun 2017 dan 12 titik progress realisasi tahun 2018. Rencana Pertamina sampai akhir tahun akan merealisasikan di 67 titik. Pertamina mentargetkan selama periode 2017 – 2019 akan ada 150 titik yang memiliki BBM satu harga, berarti sampai saat ini, realisasi target titik lokasi Pertamina sejak Januari 2017 – Agustus 2018 atau terealisasi 44,00%, sisanya sekitar 84 titik , satu di antaranya direalisasikan pada tahun ini dan 83 titik pada tahun 2019.
Pengamat Ekonomi Energi dan Perdagangan Internasional, Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran , Yayan Satyakti, Ph.D. mengemukakan, kebijakan program Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga dikeluarkan oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 36 Tahun 2016 .Landasar hukumnya, ujar Yayan , mengacu pada Peraturan Menteri ESDM dan Peraturan Presiden nomor 191 Tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran BBM untuk menjamin ketersediaan, kelancaran pendistribusian dan harga jual eceran jenis BBM , antara lain minyak solar 48 , minyak tanah serta jenis BBM khusus, yakni bensin (Gasoline) minimum RON 88 .
Dikatakan Yayan Satyakti, pada dasarnya lingkup indikator satu harga sudah tepat, akan tetap membutuhkan dukungan pemerintah untuk menambah lokasi , terutama untuk wilayah Indonesia bagian timur. "Negara harus hadir untuk mengurangi kesenjangan dari pelayanan publik , tidak hanya energi tetapi sektor yang lain seperti, infrastruktur dan transportasi publik, kesehatan dan pendidikan. Penentuan lokasi saya kira sudah tepat , yakni 3T (Tertinggal, Terjauh, dan Terdepan)," ujar Yayan kepada BB, baru-baru ini di Bandung menegaskan pendapatnya.
Mengenai program BBM satu harga, menurut Yayan , Pertamina telah siap, tapi masih memerlukan waktu dari sisi penyediaan infrastruktur. Sejauh ini 44% kebijakan sudah terealisasi, oleh sebab itu Pertamina harus mendorong agar 66% sisanya bisa terealisais pada tahun 2019. Dikemukakan Yayan , jika melihat pada jenis regulasi yang digulirkan, yakni Perpres, kebijakan ini bisa saja berubah jika rejim pengusa berubah, hingga kebijakan BBM satu harga bukan lagi isu krusial . Sebab itu pemerintah perlu mengangkat regulasi ini agar bisa bertahan .
Akademisi Unpad ini menegaskan, pengawasan tata niaga dengan satu harga memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungannya, kedaulatan dan stimulasi ekonomi di wilayah Indonesia dapat dirasakan oleh masyarakat. Dampaknya tidak akan dinikmati secara langsung, tetapi dengan biaya transportasi yang turun secara drastis akan mendorong aktivitas ekonomi di wilayah, terutama di daerah 3 T , selain akan memberi dampak penggandar (multiplier effect) bagi wilayah sekitarnya.
BBM satu harga bersifat akses, selama akses ini terbuka lebar dengan sistem pengawasan pelayanan publik yang baik , seperti tidak ada penimbuman maupun spekulasi terhadap komoditas tersebut. ” Jika hal itu terjadi , pemerintah tidak segan untuk memberikan sangsi. (E-018)****