BISNIS BANDUNG - Konsultan Pendamping Wirausaha Baru Jawa Barat, Arief Yanto Rukmana, S.T., M.M mengatakan, respon publik terhadap produk bermerek dan brand ternama memiliki daya tarik yang kuat, utamanya ketika brand ternama memiliki value yang tinggi dibandingkan dengan yang tidak .Publik lebih memilih membeli sebuah merek produk yang berkualitas dengan brand yang sudah dikenal yang memprensentasikan keunggulan.
Berdasarkan pengamatan dan penelitian terhadap minat masyarakat, Arief menyebut , costumers atau pelanggan lebih memilih produk yang berkualitas, karena banyak varian dan inovasi, manfaat penggunaan sudah teruji.
Dikemukakn Arief , bagi masyarakat ekonomi menengah atas yang sosialita gemar memakai produk branded buatan luar negeri dengan harga mahal, mereka menggunakannya bukan untuk fungsi kegunaan saja melainkan untuk emosional dan melambangkan status sosial. Untuk kalangan generasi muda milenial menggunakan perangkat teknologi, perangkat lunak (software) pun memilih buatan luar negeri karena kemudahan . Sedangkan untuk buatan dalam negeri , peminatnya utamanya produk kecantikan yang halal dan brand lokal fashion . "Pemakai produk akan menjadi naik status sosialnya jika memiliki produk dengan brand ternama, misalnya mobil berharga mahal . Begitulah produsen membranding dan membangun value proposition terhadap produknya,"ujar Arief, Selasa (04/11/18) di Bandung.
Sebenarnya , lanjut Arief , produksi dalam negeri memiliki banyak keunggulan, dari ciri khas dan kearifan lokal. Dengan memadukan budaya , ternyata banyak digemari oleh masyarakat Eropa dan Amerika. Indonesia memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk produk unggulan tertentu, di antaranya untuk produk batik yang memiliki banyak peminat.
Membanjirnya produk impor yang masuk ke Indonesia , diakui Arief membuat produk lokal bersaing, terutama dalam masalah harga jual. Masyarakat lebih memilih produk impor yang harganya lebih murah dari produk lokal. Walau pemerintah dan pelaku usaha serta stakeholder terus memberikan edukasi dan sosialisasi untuk mencintai produk dalam negeri.
Arief Yanto Rukmana yang juga Presiden Ikatan Coach Bisnis Indonesia (ICBI) mengemukakan, Indonesia merupakan pangsa pasar potensial dengan masyarakatnya yang doyan berbelanja. Karena letak geografisnya yang strategis diapit dua benua dan dua samudera, mendorong membanjirnya produk- produk impor . Indonesia menjadi sasaran pemasaran paling empuk produk impor, khususnya produk buatan Cina yang kini mudah didapat di pedagang kaki lima maupun toko – toko di Indonesia. ”Melalui raksasa e-commerce terbesar Tiongkok , yakni "Alibaba" berekpansi ke Indonesia dengan mengucurkan dana US$ 1,1 miliar , setara Rp 14,7 triliun,” ungkap Afrief .
Mengulas masalah produk batik Indonesia mampu bersaing dengan produk Kimono buatan Jepang, Arief menyebut , dewasa ini banyak produk batik dan kerudung imitasi buatan Cina berharga murah membanjiri pasar di tanah air. Pemerintah sebetulnya, ujar Arief , sudah membatasi produk impor dan menetapkan pajak tinggi terhadap produk luar, namun kadang kebijakannya lemah , termasuk dalam memberi kemudahan ekspor dan fasilitasi dokumen untuk standardisasi ekspor .
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk memakai produk lokal, utamanya produk UMKM berdampak kebangkrutan karena kalah bersaing dengan barang impor. Runtutannya akan terjadi pada peningkatan jumlah pengangguran , PHK , kesejahteraan masyarakat memburuk dan pembangunan terhambat. Jika peran serta kebijakan memihak pada pelaku usaha yang tepat akan mendorong daya saing produk nasional pada kancah pemasaran global.
Dikemukan Arief , kebijakan untuk menyelamatkan produk lokal serta mendongkark daya beli masyarakat , pemerintah harus pro aktif dan konsisten meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memahami dan mencintai dan membeli produk dalam negeri. Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, menjadi aset berharga, jika di manfaatkan dan diolah dengan dukungan SDM terlatih . (E-018)***